23 August 2008

Apresiasi dari seorang Arswendo Atmowiloto










Aku tercengang saat mas Wendo dengan begitu lancar menceritakan kembali bab 7 dari tulisanku PEREMPUAN KEUMALA. Dengan gaya bicaranya yang keras namun lugas beliau mengatakan bahwa aku mampu dengan baik dan detil menggambarkan gejolak suasana hati Keumala. Beberapa kali mas Wendo mengulang kembali menceritakan tentang bagaimana ikan-ikan dan angsa-angsa yang berkejaran di kolam istana.... baginya bagian itu merupakan bagian yang paling menyentuh dan DAHSYAT...!!!

Mengapa aku tercengang? Karena pernyataan itu muncul dari seorang ARSWENDO ATMOWILOTO ; seorang budayawan kawakan yang tentu tidak sembarangan bagi orang sekelas beliau memberikan ulasan untuk ku yang notabene seorang pemula. Walaupun adapula kelemahan yang beliau sampaikan, namun bagiku itu justru merupakan sebuah masukan yang sungguh sangat membangun.

Moody... itu adalah komentarnya saat membaca tulisanku. "Emosimu tidak stabil" tambahnya lagi. Yaaah... begitulah kira-kira aku. Dengan "sharp" beliau langsung menembak sisi ruang hatiku yang terdalam. Aku mengangguk membenarkan.

Dalam kesempatan ini, kepada yang terhormat, mas Wendo.... sekali lagi terima kasih banyak atas apresiasi yang sangat tinggi dan atas berkenannya memberikan ulasan atas karya PERDANA ku.

Juga atas buku barunya yang berjudul "BLAKANIS" yang diserahkan padaku dengan tak lupa membubuhkan tanda tangannya, serta sebuah tulisan DAHSYAT untukku :

" Salam buat CUT ENDANG MOERDOPO" dari sesama pengarang..... "

Sebuah pengakuan yang sungguh luar biasa dari seorang ARSWENDO ATMOWILOTO untuk seorang pendatang baru ENDANG MOERDOPO.

Matur Nuwun Sanget mas.....

22 August 2008

Dream Come True

Selembar undangan kini ada di tanganku. Oooh My GOD.... Mimpikah aku....? Ternyata tidak... aku tidak sedang bermimpi.

Dua tahun bukan waktu yang pendek... namun juga bukan waktu yang panjang untuk sebuah kesempurnaan....

Semua berpulang kepada pembaca....
Aku sudah terlalu banyak bicara melalui buku ini, oleh karenanya mohon tanggapan dan masukannya untuk memperkaya warna...

Mohon doa restu atas segala daya dan upaya yang telah kulakukan untuk menyumbangkan sedikit warna, bagi NANGGROE tercinta.....

Sekaligus mohon kehadirannya untuk lebih menghidupkan kobaran jiwa yang kini sedang menyala di dalam dada.....

Saleum

Endang Moerdopo

Persembahan untuk NANGRROE tercinta

Judul : PEREMPUAN KEUMALA ; Sebuah EPOS untuk NANGGROE
Ukuran buku : 14 x 20 cm
Jumlah Halaman : 360 halaman
Penerbit : PT. GRAMEDIA WIDIASARANA INDONESIA (GRASINDO)
Harga : Rp. 52,000,-
Peluncuran Buku : Tanggal 27 Agustus 2008, di Toko Buku GRAMEDIA Matraman, Pukul 16 - 18 WIB.

SINOPSIS

Prolog dalam cerita ini menggambarkan pengalaman Hira, seorang pekerja sosial yang sedang bertugas di Nanggroe Aceh Darussalam pasca bencana. Kekagumannya pada pahlawan perempuan Keumalahayati membuatnya ingin menggali lebih jauh siapa sosok perempuan itu. Keprihatinan atas kurangnya penghargaan generasi muda saat ini kepada Laksamana Malahayati, membawanya masuk dalam kehidupan Laksamana perempuan itu.

Cerita dalam buku ini dimulai sejak Keumalahayati masih menjalani pendidikan di tempat belajar militer kerajaan yaitu Mahad Baitul Maqdis. Tempat inilah yang mencetak para perwira tangguh yang memperkuat pertahanan Kerajaan Aceh Darussalam. Di tempat belajar ini pulalah Keumalahayati bertemu dengan Tuanku Mahmuddin Bin Said Al Latief taruna senior yang kemudian menjadi suaminya.
Setelah lulus dari tempat pendidikan militer tersebut, keduanya menikah dan mereka mengabdikan diri menjadi pejabat tinggi kerajaan. Tuanku Mahmuddin Bin Said Al Latief menjadi Panglima Armada Selat Malaka dan Keumalahayati menjadi Komandan Protokol Istana. Kisah sepak terjang keberanian Keumalahayati di kerajaan Darud Donya Darussalam berawal dari kematian suaminya yang tewas dalam pertempuran di teluk Haru. Tak lama setelah kematian suaminya, Keumalahayati harus lagi mengalami cobaan yang disebabkan oleh penculikan putri tunggal tercintanya yang dilakukan oleh sesama petinggi kerajaan.

Sejalan dengan malapetaka yang terus menerus menderanya, membuat Keumala tak mampu untuk menjalankan tugas dengan baik. Hal ini disebabkan karena kekacauan yang terjadi di tanah nanggroe, baik dari luar kerajaan, antara lain karena para orang kaya yang bersekutu dengan Portugis pendatang yang hanya mencari keuntungan diri sendiri, maupun dari dalam lingkungan kerajaan, yaitu rencana kudeta yang akan dilakukan oleh Sultan Muda, putra Baginda Sultan sendiri.

Pada masa-masa kesedihannya inilah yang membuat Keumala seakan menjadi putus asa, dan situasi ini dimanfaatkan oleh mereka yang memiliki kepentingan untuk melenyapkan Keumala. Mereka mengirimkan mantera Tapak Tuan (mantera yang membuat orang menjadi tak berdaya) agar Keumala dipecat dari Kerajaan. Namun Keumala adalah seorang yang kuat, baik secara fisik maupun keimanan, maka dengan segera mantera yang sempat mempengaruhinya tersebut hilang dan Keumala menyadari keadaan negerinya yang semakin kacau dan carut marut.

Berangkat dari rasa tanggung jawab dan rasa kehilangan inilah yang memacunya untuk bangkit berdiri membela negeri sekaligus membela kebenaran, dengan membentuk ARMADA INONG BALEE (Armada janda) yang semuanya terdiri dari kaum perempuan yang telah menjadi janda, karena suami-suami mereka tewas dalam pertempuran di teluk Haru, yang juga menewaskan suami Keumalahayati. Selama memimpin Armada Inong Balee, Keumalahayati telah mampu unjuk gigi dengan melenyapkan siapa saja yang berani melawan daulat (perintah) Baginda Sultan. Seluk beluk kehidupan kekacauan yang disebabkan oleh intrik-intrik yang terjadi di Kerajaan Aceh Darussalam justru semakin membuat Laksamana Keumalahayati menjadi sosok manusia yang tegar, tangguh dan seakan tanpa hati. Sementara jauh dibalik semua itu, ia tetaplah seorang manusia biasa, perempuan biasa, yang juga memiliki kasih, memiliki cinta dan memiliki naluri seorang ibu. Cerita dalam novel ini ditutup dengan perkelahian sengit antara Laksamana Keumalahayati dengan pendatang Belanda pertama di Nusantara yaitu Cornelis De Houtman dengan kemenangan berada di pihak Laksamana Keumalahayati. Ia berhasil membunuhnya melalui pertempuran satu lawan satu diatas geladak kapal.

Dalam Epilog digambarkan keprihatinan Laksamana Malahayati terhadap Nanggroe Aceh Darussalam yang saat ini seakan telah porak poranda, sejak konflik hingga bencana besar gempa bumi dan tsunami yang telah membuat sendi-sendi kehidupan seakan luluh rantak. Melalui titian waktu sosok Laksamana Keumalahayati ingin meneriakkan semangat perjuangan kepada seluruh manusia yang seakan tertidur dalam tenang, sementara kehidupan tetap harus diperjuangkan.

14 August 2008

Mereguk Restu "IBU" ; 3


Inilah waktuku untuk melakukan permenungan....
Disambut dengan hembusan angin kencang diseputar makam....
Ku runut kembali sebuah perjalanan dalam sebuah kehidupan.
Kau pernah ada....
dan kini aku ada....
Dihadapan makam Ibu, dengan segala kerendahan hatiku....
Kumohon restumu....
Amin Ya Robal Alamin.....
Wass Wr Wb

Mereguk Restu "IBU" ; 2


Kuucapkan salam saat aku membuka pintu gerbang makam.

Kulihat makam penuh dengan debu...
Dengan niatan hati yang tulus, segera ku sapu debu dan daun-daun kering diseputar nisan. Kubasuh nisan dan batu dengan air yang memang sudah kusiapkan....

Dalam hati aku menyebut nama ALLAH ribuan kali banyaknya, serta melantunkan doa untuk ketenangan dan ketentraman hati Ibu. Sambil terus mengusir debu yang menebal di tanah makam.

"Ibu... kulantunkan doa untukmu...."

Mereguk Restu "IBU" ; 1


Ass Wr Wb,
Pesawatku mendarat di tanah NANGGROE dengan selamat. Kulihat bandar udara SULTAN ISKANDAR MUDA sudah berbeda dengan yang terakhir kulihat. Sudah ada sebuah kubah cantik yang menghiasi, membuat tanah NANGGROE menjadi makin menarik untuk dikunjungi.
Kunjunganku kali ini bisa kukatakan sebagai sebuah kunjungan emosional antara aku dan "IBU". Kubulatkan hati untuk mengunjungi makan Ibu untuk memohon restunya atas peluncuran buku yang akan mengangkat cerita tentang sepak terjang kepahlawanannya.
Lepas azar, tepat pukul 16:00 aku berangkat menuju Krueng Raya. aku sengaja menghitung waktu perjalanan, agar relevan dengan prolog dalam bukuku yang mengatakan perjalanan dari Banda Aceh menuju Krueng Raya ditempuh dalam waktu 45 menit. Dan ternyata benar, kami tiba di makam tepat pukul 16:45... Subhanallah, bukan waktu yang kurekayasa, tetapi benar demikianlah adanya....
"Ibu... aku datang...."

05 August 2008

PEREMPUAN KEUMALA ; Sebuah Master Piece

Untuk menghasilkan sebuah karya seperti PEREMPUAN KEUMALA ini, aku dengan rela menghabiskan waktu selama 2 tahun. Entah mengapa, aku begitu sayang dengan karyaku ini. Semakin sempurna kebahagiaanku, saat dengan tegas mas Bimo dari PT. GRASINDO menyambut karyaku ini.

Mungkin bagi orang lain, hal ini adalah biasa... Tapi bagiku ini adalah luar biasa. Jelas mungkin saja pada saat peluncurannya nanti akan banyak friksi yang terjadi. Bisa jadi karena aku bukan orang Aceh... tapi seakan sok tau menulis tentang seorang Inong Aceh. Juga dengan karakteristik masyarakat Aceh. Tapi aku maju terus, karena aku merasa yakin bahwa "Pesan" ini harus tersampaikan. Siapapun pembawa pesan.... tidaklah menjadi penting, ketika pesan itu sendiri bertujuan sebagai sebuah kebangunan dan kesadaran akan sebuah pilihan (seperti komentar mas Arswendo Atmowiloto dalam bukuku nanti). Bila aku cemas dan ragu untuk menghadapi apa yang akan terjadi setelah peluncuran nanti, tentu tulisan ini tidak akan pernah kuselesaikan. Akan segera kututup rapi dan aku akan segera beralih mencari topik "Yang Ringan dan Yang Lucu" saja.

Tapi itu semua adalah ANUGRAH bagiku, karena tidak semua orang memiliki kesempatan untuk dapat ber"silaturahmi" dengan sosok sang Laksamana....

Oleh karenanya kubagikan pengalaman Silaturahmi ku dengan sang Laksamana kebanggaanku pada pembaca semua....

Alhamdulillah, sampai saat ini semua berjalan dengan baik dan lancar. Oleh karenanya, penting bagiku untuk kembali ke tanah NANGGROE untuk membasahi makamnya dengan doa dan dengan air segar yang memang sengaja kubawa dari Jakarta. Oooh.. Mak... pasti ini dianggap musrik pula !!!!

Tidak, ini bukan musrik. Ini adalah sebuah tanda kasih. Kasih yang tak akan terputus .... antara diriku; seorang EM kepada idolanya... LAKSAMANA KEUMALAHAYATI.....

Saleum

EM

04 August 2008

PEREMPUAN KEUMALA


Tidak ada yang lebih membahagiakanku, ketika tanggal 1 Agustus 2008 saat aku akan berangkat ke Bali. You know what...?
Sebuah surat dari PT. GRASINDO, yang membuatku menjadi bertanya... "Apakah ini sebuah mimpi disiang hari?"
Gak.... ini bukan mimpi ternyata. Aku segera membukanya dan sebelum kubaca dengan rinci aku segera memeluk Taruli yang masih tergolek malas di tempat tidur. Iapun segera bangun saat aku mendaratkan berjuta ciuman di seluruh wajahnya.
Sebuah surat kontrak penerbitan buku PEREMPUAN KEUMALA, saat ini sudah ada ditanganku.... Aku bersorak kegirangan... "Tuhaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaan..... Terima Kasih".
Bagiku ini adalah sebuah pencapaian besar yang tidak pernah kubayangkan sebelumnya. Terbayang lagi masa-masa gelap saat aku tidak tahu akan dikemanakan naskah ku ini??? Sudah bosan aku mendengar pertanyaan-pertanyaan yang saat itu menyakitkan hatiku..."mana bukumu? kok gak terbit-terbit..?". lain lagi mengatakan " aaaaaaaaaaah... sudah keburu basi". Juga sering kudengar.."loe katanya nulis? mana?"..... dan berjuta pertanyaan lainnya yang membuatku kemudian memeluk naskah itu dengan hati "ngenes".
Naskah ini sangat berharga bagiku. Kuingat-ingat lagi proses penulisannya sejak awal hingga akhir. Mulai dari ketika panas-panasan aku ke benteng.... malam-malam ke makam, sampai-sampai gak ada orang yang mau menemaniku lagi.
Pernah suatu saat ketika kami ke benteng, mobil terguncang-guncang... Ijal sopirku sampai teriak-teriak. Selain itu juga, dia sering dikelitiki kakinya saat menemaniku ke makam, sampai ia histeris. Juga si Bek, yang tiba-tiba melihat ada sosok perempuan berbaju putih di pagar makam. Lucu lagi, si Manda. Tiba-tiba sejak tiba di makam hingga pulang, bajunya basah berkeringat dan tidak mengeluarkan suara sama sekali. Mukanya pucat seperti kertas.... Manda... kenapa kamu..?
Bang Morenk.... dialah orang yang mengikuti penuh proses penulisan buku ini sejak awal hingga akhir... walaupun penyelesaian naskah ini di Jakarta, tapi dia terus mengingatkanku untuk segera menyelesaikannya.
Tanggal 27 Nopember 2007... naskah ini resmi selesai. saat itu aku segera mengirim sms kepada 1. Bang Morenk, 2. Taruli, 3. Pak Yapto (pendamping spiritualku) bahwa Alhamdulillah naskah ini diakhiri dengan kalimat..." Aku Laksamana Keumalahayati..."
Tulisan ini membawa begitu banyak kenangan....
Terima kasih banyak kepada :
*. Bang Morenk ; yang telah mendampingiku sejak awal hingga akhir penulisan buku.
*. Fauzan Santa ; rekan seniman yang terus memberi warna tentang nuansa Aceh.
*. Leo Nugroho ; yang selalu ready untuk menemaniku ku makam di malam hari...
*. Izma ; walaupun tidak lama di Banda, tapi tidak pernah absen untuk ikut ke benteng juga ke makam.
*. Bek ; selalu mengangguk saat aku minta tolong diantar ke makam, walaupun dengan wajah yang dilipat, gara-gara ketemu "mahluk putih" di pagar makam.
*. Ijal ; kapok mengantarkan aku lagi, setelah mobil digoyang-goyang di benteng... haha... nasibmu Jaal.....
Untuk proses penerbitan di jakarta, terima kasih kusampaikan kepada :
*. Mas Prasetyo; oomku yang begitu berjasa menjembataniku dengan PT. GRASINDO.
*. Mas Bimo ; editor yang saat ini banyak ku ganggu dengan sms2 persiapan peluncuran buku.
*. Mbak Mira Hujan ; yang sudah bersusah payah mengedit naskahku. "Tampak dan nampak"... haha... itu yang membuatnya bingung... Tapi tidak merubah ke"imut"an wajahnya.
*. Mas Agung ; yang akan menangani promosi dan pelancuran bukuku.
*. Mas Bambang BmW ; yang akan mengatur publishing bukuku di luar penerbit.
Terima kasih banyak diucapkan kepada :
*. Ibu Prof. Dr. Meutia Hatta Suasono (Menteri Pemberdayaan Perempuan) yang telah memberikan naskah kata pengantar dalam buku ini.
*. Bapak Munawar Liza Zein (Walikota Sabang) atas komentarnya.
*. Sdr. Semuel Samson ; atas kata-kata penyemangatnya.
*. Bapak Arswendo Atmowiloto ; atas kesediaannya memberikan endorsement. Maaf mas, mengganggu jam istirahatnya....
*. Ibu Prof. Dr. Hj. Kemala Motik Gafur (Rektor UIEU) ; tempatku bekerja saat ini. Bu, jangan judes-judes... serem aku....
Buku ini kepersembahkan kepada :
*. TARULI ; Sebuah Inspirasi
*. IBU ku ; Persembahanku di hari senjamu.
Mudah-mudahan buku ini dapat memberikan kontribusi terhadap kebangunan perempuan Indonesia. Jelas sebagai sebuah karya, buku ini merupakan tonggak awal perjalanan ku sebagai seorang penulis.
SALEUM
Endang Moerdopo