28 April 2020

TERAPI TARI BALI ; Gerakan IMPULS untuk mengatasi ketidaknyamanan saat Pandemic COVID 19.


Tidak terasa penelitian disertasi doktoralku tentang TERAPI TARI BALI sudah 7 tahun berlalu. Dalam simpul dari penelitianku ini, kujelaskan bahwa gerakan-gerakan tari dalam terapi tari Bali memiliki potensi yang sangat besar untuk memampukan seseorang agar lebih berdaya, peka dan memiliki kemampuan tinggi untuk dapat berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. (Dalam bab 6). Sebagai treatment yang inovatif, terapi tari bali dapat menjadi media untuk memaknai situasi yang menjadi masalah dalam dirinya.



Situasi pandemic COVID 19 ini sungguh membuat semua orang merasakan ketidaknyamanan. Mungkin diawal-awal kemunculannya, semua orang masih bisa bertahan dalam situasi isolasi dirumah masing-masing, Tetapi dalam berjalannya waktu, semakin lama, situasi ini membuat pikiranpun ikut terasa buntu. Oleh karenanya aku mencoba mengajak kawan-kawan untuk melakukan lagi terapi tari yang sudah kubuktikan keampuhannya 7 tahun lalu.
Apa yang kulakukan? Aku meminta adik-adikku yang hebat –I Wayan Arnawa, dialah yang menterjemahkan konsep disertasiku dalam bentuk koreografi tarian Terapi Tari Bali bersama dengan istrinya, Ni Made Anny Suartiny dan Gangga, putri mereka yang sekarang juga sudah mengikuti jejak ayah ibunya menjadi seorang penari cilik– untuk bersama-sama dengan kawan-kawan lainnya menari dalam suasana pandemic ini. Gerakan yang dilakukan adalah gerakan IMPULS yaitu gerakan bebas. Peserta dapat melakukan gerakan apapun sesuai dengan dorongan nalurinya, leluasa melepas segala tekanan yang ada dalam dirinya.
Heeem…. Jadilah video dibawah ini... kami semua bebas berekspresi dalam melepaskan semua beban seperti, kebosanan, kecemasan, ketakutan, kemarahan. Selain itu juga untuk melakukan peregangan tubuh, akibat lama tidak melakukan gerakan-gerakan yang biasa dilakukan. Setelah mereka melakukan gerakan ini, aku membuat sedikit survey kecil-kecilan, dengan menanyakan bagaimana perasaan mereka setelah melakukan gerakan IMPULS ini. Jawaban mereka adalah :


1.     Yang tadinya malas-malasan menjadi bersemangat.
2.     Yang tadinya jenuh, seketika hilang kejenuhannya.
3.     Kembali bersemangat.
Mereka menari tanpa patokan, bebas bergerak tanpa harus menghafalkan gerakan tari. Bebas berekspresi dan hasilnya luar biasa. Ada rasa bahagia dan bangga juga, bahwa penelitianku ini valid, dan dapat dipergunakan dalam situasi apapun. Ini sumbangan kecilku bagi Hidupku, bagi Tanahku, bagi Alamku yang saat ini sedang merunduk. Kupersembahkan MENARI untuk ALAM ini padaMU…  


Yogyakarta, 28 April 2020
Menari adalah Aku.
Aku menari, dalam sendiri.








18 April 2020

Catatan CINTA untuk IBU… VINCERO !!!


“Ibu, hari ini aku sangat bersyukur karena aku sudah bisa melihatmu tampak begitu sehat, walaupun hanya melalui video call app whatsapp. Gak apa-apa… itu sudah lebih dari cukup buatku. Kenapa aku begitu girang, bu? Karena aku sempat cemaskanmu saat kemarin hanya bisa mengikuti perjalanan kesehatanmu dari group The Dopies (anak-anak Moerdopo). Allah sungguh Maha Baik, ibu nampak sehat, suaranya sudah tidak lemah lagi, wajahnya sudah segar, dan sudah mulai bisa pidato lagi…. VINCERO…”




Sudah hampir 2 tahun ini ibuku harus menjalani Hemodialisa - HD (cuci darah) seminggu sekali. Aku sangat paham, bahwa untuk menjalani proses itu tidak mudah bagi ibu yang saat ini sudah memasuki usia yang ke 83. Bersyukur bahwa sampai saat ini aku masih bisa bersama ibu, walaupun aku tidak selalu bisa bersamanya. Sejak ibu menjalani HD dan aku harus berada diluar kota juga bukan hal yang mudah bagiku. Walaupun aku tahu ibuku sangat kuat, tetapi hari demi hari tetap ada rasa cemas dihatiku. 




Menjadi semakin cemas, saat mendapat kabar bahwa ibu sudah beberapa waktu belakangan demam. Panasnya naik, turun, disertai batuk dan sesak. Saat ini ibu selain mengalami gagal ginjal juga mengalami infeksi paru-paru, dan harus dirawat dirumah sakit. Biasanya aku akan segera terbang pulang untuk menemaninya di Rumah Sakit. Tapi situasi saat ini, karena krisis COVID 19 ini, aku tidak bisa berbuat apa-apa. Dan akhirnya, aku hanya bisa mendapat kabar kesehatan ibu dari mbak Yayik yang selalu menemani ibu.
 Luar biasa kecemasanku ketika mbik meminta ijin pada kami semua untuk menandatangani surat pernyataan keluarga bahwa ibu harus diisolasi dengan protap menanganan COVID. Sementara diruang isolasi tidak ada fasilitas untuk HD. Sehingga ibu harus tertunda HD selama 1 minggu. Penundaan HD beresiko tinggi pada pasien gagal ginjal seperti ibuku. Dengan adanya penundaan itu, maka bisa saja terjadi sesuatu yang menyebabkan ibu harus dirawat di ICU. Dengan segala resikonya tentu saja.
Bisa dibayangkan aku ditempat yang jauh, hanya bisa berjalan mondar-mandir di kamar 8 ini dengan kecemasan yang luar biasa. Ibu harus menjalani rapid test swab untuk memastikan positif atau negativenya sang virus. Terbayang di pikiranku, ibuku sendirian diruang isolasi, dengan usianya yang sudah sulit untuk berjalan, bergerak… (biasanya selalu dibantu mbak Siti dalam kegiatan ibu sehari-hari). Aku hanya bisa tercenung, sulit bagiku untuk bisa lelap tidur, karena dalam hati kecilku aku mencemaskan ibu. Bersyukur bahwa hasil test ibu ternyata NEGATIVE… Allah Maha Baik. Pada hari itu juga ibuku keluar dari ruang isolasi, pindah ke ruang perawatan biasa, walaupun masih dalam kondisi isolasi. Tapi yang paling melegakanku adalah ibu sudah bisa menjalani proses HD kembali. Aaah lega rasanya…
Ibu membuktikan sebuah kekuatan CINTA yang dahsyat. Ibu bertahan demi kami anak-anak, cucu-cucu dan cicit-cicitnya. Besok ibu akan pulang kembali kerumah. NO COVID. Ibuku, luar biasa… I Love You, Ibu… VINCERO…!!!!

Note : VINCERO artinya “Aku akan menang”

Yogyakarta, 170420
Mess Kampus