02 July 2008

Misteri Bunga Melati (2)



Akhirnya, aku menjadi punya kebiasaan baru sebelum memasukkan pakaian kotor mas Yudi ke dalam mesin. Selalu kurogoh dulu sakunya. Bukan untuk mencari kertas-kertas catatan reportase atau sekedar bon yang suka dengan "slordeg" ditumpuk begitu saja di saku, baik kemeja maupun celana panjang. Itulah suamiku. Sudah kujelaskan sebelumnya bukan? bahwa ia adalah orang yang jujur dan apa adanya. Selama ini ia telah membuktikan bahwa tidak pernah selembar kertas pun yang kutemukan membuatku curiga. Pagi ini kutemukan 4 kuntum bunga melati, masih putih, masih harum. Kemarin juga 4 kuntum. Kemarinnya lagi agak banyak, entah 8 entah juga 9. Tanyaku dalam hati, mungkin saat ini sedang tidak banyak berbunga. Tapi heran juga, sudah sebulan ini, tidak pernah tidak selalu ada melati itu disakunya. Berarti subur sekali tanaman itu? Subhanallah.... Tentu harum sekali aroma disekelilingnya. Dengan 4 kuntum saja, kemeja suamiku menjadi tetap harum, padahal sudah dipakai seharian penuh. Ah... mengapa aku jadi parno sendiri begini? Sementara mas Yudi tidak mempertanyakan lagi kemana bangkai-bangkai kuntum melati itu kubuang. Ia seakan tidak peduli sama sekali.
Semakin hari gumpalan rasa ingin tahuku semakin besar. Aku sungguh ingin tahu sumber kuntum-kuntum melati itu. Kuputuskan untuk mencari tahu, apa yang sedang terjadi pada mas Yudi, suami tercintaku. Aku memarkir mobilku agak jauh dari kantornya, dan kuamati sekeliling kantornya. Kupicingkan mata untuk mencari, apakah ada tanaman melati disana.... huuh aku menghela napas... tak ada. Aku mengernyitkan dahiku sambil meletakkan kepalakau disandaran kursi. Gila... kenapa aku jadi parno begini? Aku seperti sedang menjadi seorang detektif dalam film-film. Aaah... kenapa rupanya? Aku juga seorang wartawati. Tentu naluri investigasikupun telah mengusik ketenangan hatiku, dengan hadirnya melati-melati itu. Sambil masih menerawang menatap bangunan kantor mas Yudi, terdengar alunan lagu keroncong dari radio mobilku... "Cemburuku... karena cinta.... Cemburuku karena sayang... ku tak ingin walau hanya sekejap, siapa jua menyentuhmu...."Begitu tarikan suara Lucy Koes Endang (penyanyi jadul, adik dari Hetty Koes Endang). Kujawab "Bener banget mbak Lucy, aku tak ingin siapapun menyentuh mas Yudi... mas Yudi adalah milikku selama-lamanya..." desisku. Naaah betul kan aku jadi parno. Mungkin Lucy sendiri sudah tidak ingat bahwa ia pernah menyanyikan lagu itu. Keroncong pula... sejak kapan aku concern dengan keroncong?.... Astaga...
Tiba-tiba sekitar pukul 16, mas Yudi nampak bergegas memasuki mobil sambil membawa laptopnya dan segera melaju. Waduuh... kemana dia? akupun segera mengikutinya dari belakang dengan jarak aman. Ingat? aku juga seorang wartawati, oleh karenanya seluk beluk investigasipun aku paham. Mas Yudi melaju kearah Cikini dan berbelok ke kiri, memasuki kawasan Taman Ismail Marzuki. Sebelum mengikutinya masuk kawasan TIM, aku menyapu pandanganku ke poster-poster yang terpampang disana... Apakah mas Yudi ada liputan budaya? Atau sekedar mau nonton film? Sambil kulayangkan pandanganku ke poster film. Entahlah aku belum tahu jawabannya. Ini sedang dicari jawabannya bukan? Begitu memasuki kawasan TIM, pertama kali yang kulakukan adalah mencari tanaman melati. Siapa tahu saja disana ada bunga melati. Aku sungguh ingin melihat, proses ketika mas Yudi memasukkan kuntum-kuntum bunga melati itu kedalam sakunya. Itu saja... !!!
Mas Yudi memarkir mobil paralel di depan deretan warung-warung disisi sebelah kiri, bila kita memasuki kawasan TIM. Ia turun, tanpa menunjukkan wajah curiga ada orang yang membuntuti... Ia duduk disudut sebuah warung seorang diri. Seperti biasa, ia melepas kacamatanya dan mulai menyalakan rokok kreteknya. Ritual itu yang kusuka darinya... Tidaklah aku salah pilih rupanya. Sungguh ia telah membuatku tergila-gila, hingga aku rela mati untuknya.
Tak berapa lama, datanglah seorang laki-laki berbadan gemuk mengenakan topi ala almarhum pak Tino Sidin (pelukis anak-anak yang selalu mengatakan "BAGUS" itu). Mereka duduk berdua, berbincang panjang, bercanda sambil menikmati pesanan kopi mereka. Siapa laki-laki itu? yang telah membuat suamiku betah duduk berjam-jam disudut warung yang panas dan berdebu. Tak terasa sudah 2 jam aku mengamati mereka, hingga akhirnya ku dengar suara merdu panggilan untuk segera menaikkan sholat Magrib. Lalu dari mana datangnya melati-melati itu? Jelas disini tidak ada tanaman melati, hingga aku dapat mengatakan bahwa melati itu bukan dari tempat ini. Aku sungguh ingin melihat bagaimana kuntum-kuntum putih mungil itu masuk kedalam saku kemeja suamiku? Mas Yudi memetiknya sendiri, atau ada seseorang yang memberikan adanya? Lalu siapa orang itu? Haruskah aku melanjutkan investigasiku lagi?
(Bersambung)

1 comment:

Anonymous said...

Lha kok bersambung lagi to bu?1?
Bikin penasaran aja. Kampreeeetttt