29 May 2013

MENARI DIATAS MENARA (6)



TITIK KESEIMBANGAN… Pergilah kasih, datanglah saat kau membutuhkanku….

Rhea terpekur sendirian, pandangannya jauh kedepan menembusi hambaran padang berbunga ilalang didepan sana… diatas bangku berayun yang tersangkut pada pohon pinus bertumpu tali tambang yang kuat… Rhea terayun dalam buaian angin malam yang semilir menyentuhi kulitnya… INGIN, PIKIR dan HARAP nya hanya tertuju pada satu saja… Tora sang Dewa Langit kekasihnya….

“Gejolak itupun selalu datang padaku setiap saat, Rhea… tapi aku tidak dapat melakukannya… “ terngiang kembali kalimat Tora pada suatu hari memutus angan saat semua telah menjadi tinggi. Rhea terasa terhempas dari bubung ketinggian dan lesak jatuh ketanah… menerbangkan debu-debu yang menebal ditanah yang selalu kering itu…. Tidak pernah tersirami … tidak pula embun… walau hanya setetes…Rekah tanah kering, membentuk garis-garis bongkahan retak menangkap tubuh Rhea yang hempas tanpa alas… tubuhnya ngilu luar biasa… nyeri dirasa pada chakra Manipura yang berasal dari matinya chakra Svadistana… Rhea tak sanggup berkata-kata banyak…. Dia hanya bisa mengernyitkan dahinya… bingung harus berbuat apa, pula canggung harus bicara apa… semua kain telah tanggal dari tubuhnya… sementara kereta kencana yang telah berpacu membubung dalam kecepatan tinggi harus berhenti dengan tiba-tiba…
“Tidak masalah… tidak apa-apa… aku akan selesaikan sendiri masalahku…” jawab Rhea, sambil menarik lagi kainnya dan melekatkan kembali pada tubuhnya… nyeri hempasan dan sesak dari debu masih terasa sesak… walau Rhea masih berusaha sungging senyum disela-sela bibirnya… Kembali lagi teringat pembicaraan malam itu… “Bukan karena aku hanya memikirkan diriku sendiri, Rhea… tapi aku harus menjaga kemurnianku… “
“Jangan kau lanjutkan kata-katamu… aku telah paham dengan semuanya itu… sudah kukatakan tadi… sebagai sebuah janjiku padamu sampai kapanpun… aku akan selesaikan sendiri permasalahan kemanusiaanku…” Rhea hanya bisa memejamkan mata… hilang segala keinginan untuk menawar atas kalimat laki-laki yang sungguh dicintainya…. Ia hanya bisa menahan rasa panas dimatanya, yang bisa berubah menjadi butiran air mata deras mengalir bila tak dengan kekuatan dahsyat untuk menahannya… agar tak merasa semakin tercampakkan untuk kesekian kalinya lah Rhea… pada mereka yang sungguh dicintainya….

Rhea menyerahkan seluruh diri dan hidupnya, saat Korento menyematkan cincin ikatan dijarinya. Sungguh hanya laki-laki itu yang dicintanya… menjadi janjinya hingga akhir masa untuk mendampingi laki-laki kecintaannya … namun menjadi porak-poranda saat Korento mencampakkannya kedalam sebuah trauma besar yang kemudian membentuk dirinya menjadi manusia yang kosong dan hampa kehilangan cinta. Hempasan demi hempasan dialaminya… atas nama melayani laki-laki yang menjadi kepala dalam rumah tangganya. Segala bentuk keindahan cinta yang tertuang dalam senggama indah tinggal puing serpih yang terserak-serak kemana-mana. Membawanya untuk mencari sebuah selasar demi menyelesaikan sendiri permasalahan kemanusiaannya. Kemurnian diri yang sedianya dipersembahkan pada suami tercinta, tinggal kepingan harap tanpa asa… menjadi hari hidup sebagai raga tak berdaya bahkan tak bernyawa…

Kini kembali lagi Rhea merasa tercampakkan… oleh laki-laki yang dengan segala keutuhan… kepenuhan hati dan gelegak rasa dicintainya… atas nama satu kata… KEMURNIAN…. Aaaah bagai tersembar petir gemuruh luar biasa….Rhea menjadi merasa seperti kain lusuh yang tersangkut dipagar peternakan diujung sana… terterpa angin tanpa bisa terbang… hingga kemudian menjadi rapuh dan rombeng berkibaran. Rhea merasa begitu KOTOR, NISTA dan tak berDAYA… yang berujung pada rasa tak berHARGA… teriakanya pada DIA sang pencipta yang entah ada dimana….  tubuh ini KAU juga penciptanya… RASA ini KAU juga pemberinya…. BIRAHI ini juga KAU yang memberikannya… yang kataMU adalah sebagai sebuah roda penggerak agar denyut hidup tetap berjalan…. Namun kini yang harus dijalaninya bagai pemisah tegas antara HITAM dan PUTIH… GELAP dan TERANG…. DINGIN dan PANAS… BENAR dan SALAH… tanpa mau mencoba bergeser untuk mengganti sudut pandang untuk bisa lebih dimengerti… bahwa ada ABU-ABU diantara HITAM dan PUTIH… seakan semua telah terketok palu memastikan satu… pilih HITAM atau pilih PUTIH… HITAM adalah NISTA dan PUTIH adalah MURNI….. Rhea terpekur meratapi dirinya sendiri…. Terpicu untuk semakin menyelam dalam lumpur yang akan menjadikannya semakin HITAM tentunya….

Rhea menghela napas panjang… dalam INGIN, PIKIR dan HARAPnya akan DAYA yang ternyata berMAKNA NISTA…. Bila NISTA lah adanya mengapa PENCIPTA menciptakannya… menciptakan sebuah lingkar kehidupan dalam bentuk KESADARAN, TUBUH dan JIWA…KESADARANnya telah penuh dengan niatan tulus kasih yang tiada batasnya pada kekasih karena kehadirannya… JIWAnya terpenuhi oleh DAYA energi semesta yang dahsyat luar biasa saat berada disamping kekasih kecintaannya… Namun….TUBUHnya … “biarlah aku sendiri yang menyelesaikan… Pergilah kasih… biar kuselesaikan sendiri… datanglah padaku saat kau membutuhkan ku untuk semakin memurnikanmu… aku hanya mahluk bumi… NISTA atau SUCI kini adalah milikku sendiri…” desisnya melemah…. Rhea tenggelam dalam dekapnya sendiri… bergumul dengan dirinya sendiri yang kemudian memunculkan sebuah KESADARAN….bahwa hidupnya adalah NISTA …. Hidupnya adalah HAMPA….

(BERSAMBUNG)

No comments: