TITIK KESEIMBANGAN… Pergilah kasih, datanglah saat kau
membutuhkanku….
Rhea terpekur sendirian, pandangannya jauh
kedepan menembusi hambaran padang berbunga ilalang didepan sana… diatas bangku
berayun yang tersangkut pada pohon pinus bertumpu tali tambang yang kuat… Rhea terayun
dalam buaian angin malam yang semilir menyentuhi kulitnya… INGIN, PIKIR dan
HARAP nya hanya tertuju pada satu saja… Tora sang Dewa Langit kekasihnya….
“Gejolak itupun selalu datang padaku setiap
saat, Rhea… tapi aku tidak dapat melakukannya… “ terngiang kembali kalimat Tora
pada suatu hari memutus angan saat semua telah menjadi tinggi. Rhea terasa
terhempas dari bubung ketinggian dan lesak jatuh ketanah… menerbangkan
debu-debu yang menebal ditanah yang selalu kering itu…. Tidak pernah tersirami …
tidak pula embun… walau hanya setetes…Rekah tanah kering, membentuk garis-garis
bongkahan retak menangkap tubuh Rhea yang hempas tanpa alas… tubuhnya ngilu
luar biasa… nyeri dirasa pada chakra Manipura yang berasal dari matinya chakra
Svadistana… Rhea tak sanggup berkata-kata banyak…. Dia hanya bisa mengernyitkan
dahinya… bingung harus berbuat apa, pula canggung harus bicara apa… semua kain
telah tanggal dari tubuhnya… sementara kereta kencana yang telah berpacu membubung
dalam kecepatan tinggi harus berhenti dengan tiba-tiba…
“Tidak masalah… tidak apa-apa… aku akan
selesaikan sendiri masalahku…” jawab Rhea, sambil menarik lagi kainnya dan
melekatkan kembali pada tubuhnya… nyeri hempasan dan sesak dari debu masih
terasa sesak… walau Rhea masih berusaha sungging senyum disela-sela bibirnya…
Kembali lagi teringat pembicaraan malam itu… “Bukan karena aku hanya memikirkan
diriku sendiri, Rhea… tapi aku harus menjaga kemurnianku… “
“Jangan kau lanjutkan kata-katamu… aku telah
paham dengan semuanya itu… sudah kukatakan tadi… sebagai sebuah janjiku padamu
sampai kapanpun… aku akan selesaikan sendiri permasalahan kemanusiaanku…” Rhea
hanya bisa memejamkan mata… hilang segala keinginan untuk menawar atas kalimat
laki-laki yang sungguh dicintainya…. Ia hanya bisa menahan rasa panas dimatanya,
yang bisa berubah menjadi butiran air mata deras mengalir bila tak dengan
kekuatan dahsyat untuk menahannya… agar tak merasa semakin tercampakkan untuk
kesekian kalinya lah Rhea… pada mereka yang sungguh dicintainya….
Rhea menyerahkan seluruh diri dan hidupnya,
saat Korento menyematkan cincin ikatan dijarinya. Sungguh hanya laki-laki itu
yang dicintanya… menjadi janjinya hingga akhir masa untuk mendampingi laki-laki
kecintaannya … namun menjadi porak-poranda saat Korento mencampakkannya kedalam
sebuah trauma besar yang kemudian membentuk dirinya menjadi manusia yang kosong
dan hampa kehilangan cinta. Hempasan demi hempasan dialaminya… atas nama
melayani laki-laki yang menjadi kepala dalam rumah tangganya. Segala bentuk
keindahan cinta yang tertuang dalam senggama indah tinggal puing serpih yang
terserak-serak kemana-mana. Membawanya untuk mencari sebuah selasar demi
menyelesaikan sendiri permasalahan kemanusiaannya. Kemurnian diri yang sedianya
dipersembahkan pada suami tercinta, tinggal kepingan harap tanpa asa… menjadi
hari hidup sebagai raga tak berdaya bahkan tak bernyawa…
Kini kembali lagi Rhea merasa tercampakkan…
oleh laki-laki yang dengan segala keutuhan… kepenuhan hati dan gelegak rasa
dicintainya… atas nama satu kata… KEMURNIAN…. Aaaah bagai tersembar petir
gemuruh luar biasa….Rhea menjadi merasa seperti kain lusuh yang tersangkut
dipagar peternakan diujung sana… terterpa angin tanpa bisa terbang… hingga
kemudian menjadi rapuh dan rombeng berkibaran. Rhea merasa begitu KOTOR, NISTA
dan tak berDAYA… yang berujung pada rasa tak berHARGA… teriakanya pada DIA sang
pencipta yang entah ada dimana…. tubuh
ini KAU juga penciptanya… RASA ini KAU juga pemberinya…. BIRAHI ini juga KAU
yang memberikannya… yang kataMU adalah sebagai sebuah roda penggerak agar
denyut hidup tetap berjalan…. Namun kini yang harus dijalaninya bagai pemisah
tegas antara HITAM dan PUTIH… GELAP dan TERANG…. DINGIN dan PANAS… BENAR dan
SALAH… tanpa mau mencoba bergeser untuk mengganti sudut pandang untuk bisa
lebih dimengerti… bahwa ada ABU-ABU diantara HITAM dan PUTIH… seakan semua
telah terketok palu memastikan satu… pilih HITAM atau pilih PUTIH… HITAM adalah
NISTA dan PUTIH adalah MURNI….. Rhea terpekur meratapi dirinya sendiri…. Terpicu
untuk semakin menyelam dalam lumpur yang akan menjadikannya semakin HITAM
tentunya….
Rhea menghela napas panjang… dalam INGIN,
PIKIR dan HARAPnya akan DAYA yang ternyata berMAKNA NISTA…. Bila NISTA lah
adanya mengapa PENCIPTA menciptakannya… menciptakan sebuah lingkar kehidupan
dalam bentuk KESADARAN, TUBUH dan JIWA…KESADARANnya telah penuh dengan niatan
tulus kasih yang tiada batasnya pada kekasih karena kehadirannya… JIWAnya
terpenuhi oleh DAYA energi semesta yang dahsyat luar biasa saat berada
disamping kekasih kecintaannya… Namun….TUBUHnya … “biarlah aku sendiri yang
menyelesaikan… Pergilah kasih… biar kuselesaikan sendiri… datanglah padaku saat
kau membutuhkan ku untuk semakin memurnikanmu… aku hanya mahluk bumi… NISTA
atau SUCI kini adalah milikku sendiri…” desisnya melemah…. Rhea tenggelam dalam
dekapnya sendiri… bergumul dengan dirinya sendiri yang kemudian memunculkan
sebuah KESADARAN….bahwa hidupnya adalah NISTA …. Hidupnya adalah HAMPA….
(BERSAMBUNG)
No comments:
Post a Comment