21 May 2013

MENARI DIATAS MENARA (3)




BUMI FANA….

Adalah Rhea, perempuan yang tinggal didekat menara… Setiap bulan purnama tiba, jelang tengah malam tidak ada yang terlambat menyibakkan tirai dari jendela rumahnya… untuk melihat Rhea menari indah diatas menara sana…. Hingga tak jarang kota menjadi ramai… karena para perempuan sibuk  berteriak memukuli para suami.... sambil sibuk menutupi dan mengkaitkan seluruh ujung-ujung tirai rumah… agar para suami tak bisa menyingkapnya, untuk melihat tarian Rhea di bulan purnama.

Adalah Rhea… perempuan yang baru saja ditinggal mati suaminya. Menjadi buruan setiap laki-laki, dari hari kehari. Mulai dari upeti berkarung-karung dinar bersinar hingga upeti kaos kaki… semua laki-laki berdiri berbaris antri … hanya untuk memandangi Rhea menari hingga jelang pagi… yang beruntung bisalah menikmati tubuh Rhea tanpa tertutupi … seakan-akan berdua bugil menari, walau hanya dalam imagi… Rhea telah pergi, sebelum mereka menyadari… bugillah mereka sendiri.

Adalah Rhea, perempuan bumi yang penuh energi. Menjadi musuh bagi istri-istri yang tidak mengerti, bagaimana merawat dan membuat suami tenang berada disisi. Mereka biarkan para suami berkeliaran pergi… sementara mereka sibuk dengan keinginan sendiri. Mulai dari Iri hati melihat istri lain menggunakan hiasan telinga yang terang menyala, inginkan pakaian yang bertenun emas seperti yang digunakan oleh para istri penguasa negeri, sampai iri pada Rhea yang sanggup menyajikan tarian hati, hingga para suami tak ingat lagi istri…. terbawa kerling mata Rhea yang bersinar setiap hari…

Lalu bagaimana dengan Rhea sendiri?
Dialah seorang Rhea…. Ia hanya manusia perempuan yang ingin dilindungi, ingin dicintai… tidak ada keinginannya yang lain… selain hanya untuk dimiliki oleh sebuah cinta sejati. Puluhan tahun nyawanya berkelana sendiri, walau tubuh terjerat, terikat pada seekor mahluk bawah bumi.  Yang hanya ingini untuk puasi diri sendiri… hujaman sembilu pedih selalu mengirisi …. Bertahan dalam kelu dan bisu… dalam lingkar tatanan bumi yang wajib dijalani. Sumpah serapah tak berarti lagi… tetap tak berubah tak berganti… seakan semua turuti keinginan sang mahluk bawah bumi yang jelma menjadi suami… Rhea harus bertahan disana… menjalani hari… hidup yang seakan mati… Cinta yang sedianya adalah sebuah cinta dahsyat persembahan bagi suami tercintanya telah porak poranda…. Harapannya telah gugur berserakan disepanjang selasar jalan raya… tersapu angin terseret langkah…. Tanpa tersisa…
Puluhan tahun Rhea berjalan tanpa hati… walau terkarunia jutaan energi dahsyat dalam diri, yang ia bagikan dalam derai tawanya setiap hari, tanpa ada yang mengerti semua berubah menjadi derai tangis bila mentari pulang dimalam hari. Kala ia sendiri… Rindu menanti cinta sejati yang telah terserak porak poranda tadi… tercecer kesana-kemari terbagi-bagi bagai hujan birahi bagi para laki-laki… namun itu adalah cinta yang mati… cinta yang tak akan pernah abadi… cinta yang tak pernah ia kenali… Ribuan pelukan telah ia alami, jutaan kecupan mendarat dipipi… semua berlalu tanpa hati, karena Rhea tidak pernah tersinggahi sebuah cinta yang murni, sebuah cinta yang abadi…. Semua cinta dialami adalah cinta birahi… yang akhirnyapun ia nikmati, walau dengan hati teriris dan luka perih disekujur tubuh terasa selalu setiap pagi. Setelah mahluk itu terpuasi….  Sebagai sebuah suratan nasib sebagai perempuan bumi… dalam tubuh yang pasti membutuhkan birahi….

Adalah Rhea, seorang perempuan bumi yang tak percaya lagi adanya cinta sejati yang kan menghampiri…. Diyakininya sendiri, Rhea terlahir untuk melayani… tanpa ada seorangpun mengetahui apakah yang dia ingini… hidupnya berjalan hanya untuk dapat menyeimbangi aturan dan tatanan bumi yang sudah tercipta tanpa bisa diganti… untuk bisa sesuai pada yang mesti…. Apakah ada kesempatan untuknya … mendapatkan apa yang dia ingini…? Rhea menebar tanya dalam rangkai gerakan sebuah tari… jutaan mahluk melahap sungging senyumnya… ribuan manusia dapat menikmati liuk tubuhnya… puluhan tangan berhasil menyentuh pinggulnya… namun hampa hatinya beku, tak tergeming oleh semua itu… sungging senyum dahsyatnya selalu mengundang birahi… membuat semua orang tak berkedip, menggelegak kemudian menjadi tinggi…. Bila tiba saatnya ingin terpuasi, Rhea undur diri dan berlari… membuat semua orang ucap memaki… Perempuan tanpa hati…

Renyah suara Rhea menyambut Cafa, yang muncul dihalaman rumahnya.
“Cafa… Cafa… Cafa…. Kerabat manusia setengah dewa… bagaimana gerangan kabarmu hai saudariku…” Rhea memeluk hangat Cafa dengan segala kerinduannya.
“Rhea… sungguh luar biasa… selalu murah senyum dengan jutaan tawa… kabar baiklah luar biasa…. Rhea, lihatlah siapa gerangan yang datang bersamaku kali ini…” Cafa segera melepaskan pelukannya dan membalikkan badan mencari sosok yang tadi datang bersamanya. Dia hanya dapat menangkap punggungnya. Rhea mengernyitkan dahinya. Siapa gerangan yang datang bersama Cafa… manusia dengan tubuh kurus yang hanya terlihat dari belakang…. Rhea menyungging senyum dengan penuh tanda tanya… siapa gerangan dia?

(BERSAMBUNG...)