Matahari sudah pulang, suasana disekitar
Telaga Warna sepi…. Suara binatang hutan terdengar begitu nyata… Riak-riak air
telaga warna tidak lagi terpantul cahaya ... Saat itu pergantian senja menuju
malam… Kulit mulai tersapu angin dingin…
“Hidungmu mulai dingin… kembali kita…” Leon
menjetikan jemarinya pada hidung Hira yang mulai mampet kena udara dingin. Hira
mengangguk. Keduanya bertatapan dan saling melempar senyum salah tingkah… aaaah….
Keduanya bergandengan, melewati jalan setapak
Telaga Warna menuju parkiran, dipinggir jalan raya puncak. Aaaah … Hira
menghirup udara dalam-dalam sambil menghelanya keras… dadanya membusung dengan
tangan dibukanya lebar.
“Dingin ya…” tanya Leon datar, tangannya
mengamit tangan Hira dalam genggamannya. Tubuh Hira terasa bergetar…
“Enggak…” jawabnya salah tingkah… aaah aneh
juga… Hira salah tingkah ketika tangannya berada dalam genggaman Leon. Dirinya pun
tak habis pikir, mengapa ia jadi seperti remaja yang baru pertama pacaran…
dalam usianya yang sudah puluhan kalinya meniup lilin ulang tahun, tentu
seharusnya tidak lagi mengalami hal ini… kaya ABG ajaaah… Hira yang biasa ramai…
terlihat cekat di tenggorokan dan kehabisan kata-kata. Ia sibuk dengan gemuruh
didalam dada yang bagai terguncang saat Leon menggenggam tangannya. Widiiih begitu
dahsyatnya kah seorang Leon bagi Hira…? Dalam benak Hira, ia harus segera mencari
topik masalah untuk dapat memecahkan hening diantara keduanya…
“Eeeeem…. “ Hira membuka kata dengan
sepenggal kata itu… masih cekat rasanya… sambil menatap langit, Hira mengambil
ancang-ancang untuk bicara. Laki-laki disebelahnya masih berjalan tenang …
“Tuhan itu gila ya….” Hira mulai dengan
celotehnya… “eeeem…. Tenang…tenang… gini lho maksudku…” Hira segera melancarkan
kata-katanya, sebelum Leon syok dengan terminologinya tentang Kegilaan Tuhan
yang baru saja dikatakannya.
“Maksudku begini… maaf kalau aku mengatakan
bahwa Tuhan itu gila… tapi kurasa, tidak salah juga aku mengatakan demikian…. Karena
bagiku… Tuhan itu maha segala-galanya… DIA Maha Besar… sekaligus juga Maha Kecil…
DIA bisa buat apa saja… “ Hira jeda sejenak…. “eeem gini….” Lanjutnya lagi… “TUHAN
itu yang menciptakan semua isi bumi ini kan… dia buat bintang, tumbuhan, hewan…
bahkan manusia. Tidak berhenti sampai disana… dia juga membuat sel-sel kecil…
seeeeeeekecil-kecilnya…. Daaan…. Tidak hanya berhenti sampai menciptakan kehidupan…
tetapi juga beserta sistemnya, agar kehidupan itu dapat terus berjalan. Semua
berjalan teratur… sesuai dengan seharusnya, sesuai dengan semestinya. Selain itu,
pada setiap sesuatu selalu ada maknanya. Seperti ….. eeeemm…. daun teh ini… “
Hira berhenti dan memetik ujung daun teh… “Ujung daun teh memiliki rasa berbeda
dengan daun tengah dan pangkal daunnya… ketika aku memetik ujungnya, maka akan
rusaklah seluruh kehidupan dalam daun itu… terkoyak… seperti layaknya seorang
manusia yang telah diperkosa… dia akan menjadi hancur. Kalau terjadi pada
manusia, sepertinya waaah… akan menjadi masalah besar kan? Karena dia tanaman
aja kan… jadi sepertinya gak apa-apa. Kayanya kita cuma iseng aja kan…. Petik ujungnya…
Padahal… sama saja… kita sudah merusak sistem hidup tanaman ini… Tapi apakah
kita sadar? Bahwa kita telah merusak sistem yang pada saat itu berjalan disitu…
dipohon teh itu “ Hira tidak memperhatikan tanggapan Leon dan Hira juga tidak
menginginkan Leon menanggapi… Ia seperti berceloteh sendiri, seakan ingin
mengeluarkan gelegak rasa yang ada didalam hati dan pikirannya. “Itu yang
kumaksud dengan Tuhan itu gila…. DIA menciptakan semua kehidupan berserta
seluruh sistemnya… mulai dari tunas, berkembang, bertumbuh, kemudian mati… dan
lalu hidup lagi… begitu seterusnya… dan aku sangat yakin dan percaya, bahwa
disetiap sistem yang berjalan itu… DIA hadir… DIA ada… juga didalam tubuh kita…
aku yakin dan percaya… seluruh tubuh kita yang terdiri atas sel-sel ini… apapun
namanya… ada Tuhan disana…. Gila kan…. Ini… saat ini kita bicara tentang gunung…
pohon teh yang kita petik tadi… lain lagi bila kita berada di pantai…. Dengan segala
sistem yang berjalan disana… ikan, tanaman laut, plankton… dan ribuan mahluk
lainnya.“ Hira menghentikan kata-katanya sejenak… tiba-tiba dia berhenti dan
memandang Leon, sambil menunjuk pada sebuah parit yang dialiri air kotor… “Kamu
lihat bunga di parit itu… Dia juga punya sistemnya sendiri… Dia bertunas,
bertumbuh, berkembang, mekar cantiiiiiik sekali…. kemudian layu… yang untuk
nanti dia akan berkembang lagi… padahaaaaal…. Dia ada di parit…. Ditempat yang
kotor…. Tapi tetap ada keindahan disana…. Jadi tidak hanya ditempat yang bersih
dan bagus Tuhan hadir… tetapi ditempat kotorpun… DIA pula hadir… Tuhan itu gila
ya…” Hira mengakhiri kata-katanya.
Leon menghentikan langkahnya. Hira menoleh,
dan segera pula turut menghentikan langkah… Tangan Leon menariknya untuk
mendekat. Kini mereka berhadapan… Hira menatap mata Leon dalam… aaaah PENDAR
SIRAT SINAR MATAnya… membuat Hira gemetar… Leon merengkuhnya dalam dekap… erat
Leon memeluk Hira… Perempuan itu hanya mampu meletakkan kepalanya didada bidang
laki-laki yang saat ini memeluknya dengan begitu hangat… mendaratkan sebuah
kecupan lembut didahinya… Keduanya tenggelam disana… tanpa kata, tanpa suara… ditengah-tengah
jalan setapak Telaga Warna… diantara perdu teh yang berbaris… dibawah atap
langit gelap terbuka… Bintang menari… Jengkerik sibuk bernyanyi….Yakin dan
percaya… Tuhan hadir pula disana… Aaaaah Leon… akankah selamanya…. ????
Medio Mampang, 05 Mei 2013
06:45