“Pa….
Ini
suratku kedua, setelah surat pertama aku tulis tanggal 17 Agustus 2010 yang
lalu dari Bandara Changi, Singapura…. Cukup lama juga ya pa, aku gak
cerita-ceritaan sama kamu… Sekarang aku mau cerita nih pa…
Pa,
Saat
ini aku sedang berada di Medan, ikut Ziarah Rohani, bersama dengan Ibu, Adjie
(gaaaak pernah kamu mau panggil dia dengan sebutan mas…) Budi (gaaaak pernah juga
kamu mau panggil dia mbak), Yayik dan Nung (juga mereka gak pernah kamu panggil
mbak dan mas…) Tapi ya sudahlah.... itulah kamu....
Hebat ya pa… aku kok
ziarah rohani… pasti kamu ketawa deh kalau dengar aku ziarah rohani… dan pasti
akan komenar..”ngapain loe? Paling molor di dalem…. “ ya kaaaan… dan kenapa kok
aku jadi pengen cerita ke kamu, karena ziarah rohani itu kemana hayoooo…. Ke Medan
pa…
Aku
ingat pa, dulu… saat awal-awal aku hidup denganmu, aku sering merengek untuk
pergi ke Medan. Aku pengen kamu perlihatkan tanah kelahiranmu, tanah leluhurmu.
Ketika itu ompung masih ada, tulang Parlu masih ada… aaah tapi jawabmu… “nanti-nanti
aja… repot.” Dulu… sering aku pancing-pancing kamu kan pa… dengan kalimat “Pa…
danau Toba tuh kaya apa sih pa… kesana yuk….” Tapi rupanya gak mempan juga ya….
Bertahun-tahun tetap tidak mempan juga… Ya sudah akhirnya aku diam saja.
Setelah
itu kita direpotkan oleh kelahiran Taruli kan ya pa… mulailah muncul berbagai
macam prahara… sana-sini… yang akhirnya… memupuskan harapanku untuk bisa pergi
menikmati indahnya Tano Batak ini bersamamu… bersama suamiku yang katanya orang
Batak itu… ada kecewa dalam hatiku, karena aku kemudian menutup semua
keinginanku untuk bisa hidup bahagia denganmu…. Jujur… aku menghapus semua
keinginanku… mematikan seluruh rasaku… dan menjalani hari hidup yang seolah
mati ini bersamamu… Karena janjiku di altar itu, sampai maut memisahkan kita…
Kepergianku
terakhir ke Medan tiga tahun lalu itu adalah untuk pernikahan Tantri dan Aelan.
Tetap kita tidak bisa pergi bersama… “aaah sudah kamu saja yang berangkat…
nanti kita pergi sendiri bertiga ke medan… kita keliling-keliling…” jawabmu
begitu ketika kuajak kan pa… malah kamu juga melarang aku mengajak Taruli, “aaah
sudah jangan dibawa dia… biar dia perginya ke Medan nanti sama saya…” Akhirnya…
terbanglah aku sendiri ke Medan ini… Tepatnya, ke Brastagi. Selama disana, aku
masih sms an sama kamu kan ya pa… aku mencoba untuk sedikit bermesra dan
bermanja padamu –yang menurutku agak kaku juga alias garing– bahwa Tano Batak
ini indah… malah kamu bilang, “sempatkan mampir ketempat ompung di Sidikalang…”
dalam hatiku… ya gak bisa lah yaaaa… acara pernikahan Titi cukup padat… dan
waktu disana hanya sebentar…. Tapi aku menjawab sms mu dengan kalimat “nanti
kuusahakan ya pa, kalau waktunya sempat…”
Aaah
ternyata … itu tepat seminggu sebelum kepergianmu, pa… ku baca-baca lagi sms-sms
kita terakhir saat aku Medan yang masih tersimpan di hp mu, saat aku berada disamping
tubuh kakumu, pa…. aaaaah….Sudah… sudah… sudah ya pa… aku gak mau ingat-ingat
lagi masa susah kala itu… Saat peringatan 1000 hari pergimu, Romo Mateus
Batubara,OFM bercerita tentang seorang perempuan yang membuat repot seluruh
malaikat di langit, karena lantai langit selalu basah kebanjiran karena air
matanya…. Dan Romo itu berpesan padaku pa… untuk menghentikan tangis dan
mengeringkan air mata… Mungkin ada benarnya juga, si Romo halak kita itu ya pa…
hidup tetap harus berjalan kan ya … oh ya… dan saat itu sebenarnya… aku sudah
maleeees banget lho pa, menyelenggarakan peringatan itu… karena Taruli juga
sedang dinas keluar kota…. Hayooo kau tau kemana pa? ke M E D A N … aaah…
borumu itu ternyata… bisa berangkat sendiri ke Medan… dengan usahanya sendiri
pa… hebat lho dia….
Pa,
Sekarang
waktunya aku mau bercerita tentang cantiknya Tano Batak, pa… Tanah yang telah
sempat kuhapus dari memoriku… Namun kini, tiba juga aku disini pa… walaupun
diawal-awal aku membayangkan akan sangat menyiksa… karena perjalanan ini
dipenuhi dengan berdoa, berdoa dan berdoa… aku sudah ragu sejak awal, pa… apa
aku mampu untuk bisa lewati seluruh perjalanan dengan baik. Apakah aku masih
layak untuk berdoa… apakah Tuhan masih mau mendengarkan doaku… aaaah… aku tidak
tahu…. Aku juga tidak mau memaksa Tuhan untuk mau mendengarkan doa-doaku kok,
pa… yang aku tau aku harus berbuat baik setiap saat… membantu dan berguna untuk
orang lain… juga untuk diriku sendiri… dan tidak merepotkan orang lain, itu
saja… gak mau muluk-muluk pa…
Pa,
Ada
sedikit rasa penyesalan juga sebenarnya aku menjejakkan kaki di tanah
kelahiranmu ini tanpamu… Tanah ini ternyata begitu indah… aaaah Danau Toba…
yang tadinya tinggal kenangan… kini menjadi kenyataan. Aku melihat Danau Toba terpampang
luas tepat didepan mataku. Beban berdoa yang sedianya terasa akan membebani
seakan patah… sirna… tak terasa... karena pesona tanah kelahiranmu. Dari Medan,
kami langsung ke Parapat, menyebang dan tibalah rombongan di Samosir… My
Godness… akhirnya aku berada di tempat ini… tempat yang telah puluhan tahun aku
impikan, sejak kuserahkan cintaku untukmu, pa… ada rasa bangga juga dalam
hatiku bahwa aku bersuami orang Batak… rasanya seperti berada dikampung sendiri…
walaupun pada saat kamu masih ada malah mungkin tak kurasakan itu sama sekali.
Ada pengingkaran atas rasa cintaku padamu… yang akhirnya juga menciptakan
sebuah kebencian padamu dan tanah leluhurmu saat itu…
Namun
kini… aaah Pa…
Ini
yang penting ingin kusampaikan padamu….
Kala
itu… 25 tahun yang lalu… kuserahkan cinta pertamaku pada seorang Batak, kekal
abadi hingga maut memisahkan kita….
Kini
… 25 tahun kemudian… cinta terakhirku tertinggal ditanah Batak… kekal abadi…
pula hingga maut memisahkan ….
Pa,
Ijinkan
aku untuk kembali mencintai tanahmu… Bersama dengan cinta terakhirku…
Kamu
baik-baik ya, Pa … Aku selalu berdoa untukmu, agar ringanlah langkahmu. Dampingi
aku dan Uli ya pa…Akan selalu ada cinta diantara kita....
Pa,
Hidupku
tetap harus berjalan, napasku tetap harus berhembus, dan ada CINTA yang kini
bertumbuh… berkembang… kekal dan abadi…. Sampai maut pula yang akan memisahkan…
Samosir,
04 Juni 2013
02:34
dini hari
No comments:
Post a Comment