08 June 2013

Surat Untukmu 2



“Pa….
Ini suratku kedua, setelah surat pertama aku tulis tanggal 17 Agustus 2010 yang lalu dari Bandara Changi, Singapura…. Cukup lama juga ya pa, aku gak cerita-ceritaan sama kamu… Sekarang aku mau cerita nih pa…

Pa,
Saat ini aku sedang berada di Medan, ikut Ziarah Rohani, bersama dengan Ibu, Adjie (gaaaak pernah kamu mau panggil dia dengan sebutan mas…) Budi (gaaaak pernah juga kamu mau panggil dia mbak), Yayik dan Nung (juga mereka gak pernah kamu panggil mbak dan mas…) Tapi ya sudahlah.... itulah kamu....
Hebat ya pa… aku kok ziarah rohani… pasti kamu ketawa deh kalau dengar aku ziarah rohani… dan pasti akan komenar..”ngapain loe? Paling molor di dalem…. “ ya kaaaan… dan kenapa kok aku jadi pengen cerita ke kamu, karena ziarah rohani itu kemana hayoooo…. Ke Medan pa…

Aku ingat pa, dulu… saat awal-awal aku hidup denganmu, aku sering merengek untuk pergi ke Medan. Aku pengen kamu perlihatkan tanah kelahiranmu, tanah leluhurmu. Ketika itu ompung masih ada, tulang Parlu masih ada… aaah tapi jawabmu… “nanti-nanti aja… repot.” Dulu… sering aku pancing-pancing kamu kan pa… dengan kalimat “Pa… danau Toba tuh kaya apa sih pa… kesana yuk….” Tapi rupanya gak mempan juga ya…. Bertahun-tahun tetap tidak mempan juga… Ya sudah akhirnya aku diam saja.

Setelah itu kita direpotkan oleh kelahiran Taruli kan ya pa… mulailah muncul berbagai macam prahara… sana-sini… yang akhirnya… memupuskan harapanku untuk bisa pergi menikmati indahnya Tano Batak ini bersamamu… bersama suamiku yang katanya orang Batak itu… ada kecewa dalam hatiku, karena aku kemudian menutup semua keinginanku untuk bisa hidup bahagia denganmu…. Jujur… aku menghapus semua keinginanku… mematikan seluruh rasaku… dan menjalani hari hidup yang seolah mati ini bersamamu… Karena janjiku di altar itu, sampai maut memisahkan kita…

Kepergianku terakhir ke Medan tiga tahun lalu itu adalah untuk pernikahan Tantri dan Aelan. Tetap kita tidak bisa pergi bersama… “aaah sudah kamu saja yang berangkat… nanti kita pergi sendiri bertiga ke medan… kita keliling-keliling…” jawabmu begitu ketika kuajak kan pa… malah kamu juga melarang aku mengajak Taruli, “aaah sudah jangan dibawa dia… biar dia perginya ke Medan nanti sama saya…” Akhirnya… terbanglah aku sendiri ke Medan ini… Tepatnya, ke Brastagi. Selama disana, aku masih sms an sama kamu kan ya pa… aku mencoba untuk sedikit bermesra dan bermanja padamu –yang menurutku agak kaku juga alias garing– bahwa Tano Batak ini indah… malah kamu bilang, “sempatkan mampir ketempat ompung di Sidikalang…” dalam hatiku… ya gak bisa lah yaaaa… acara pernikahan Titi cukup padat… dan waktu disana hanya sebentar…. Tapi aku menjawab sms mu dengan kalimat “nanti kuusahakan ya pa, kalau waktunya sempat…”

Aaah ternyata … itu tepat seminggu sebelum kepergianmu, pa… ku baca-baca lagi sms-sms kita terakhir saat aku Medan yang masih tersimpan di hp mu, saat aku berada disamping tubuh kakumu, pa…. aaaaah….Sudah… sudah… sudah ya pa… aku gak mau ingat-ingat lagi masa susah kala itu… Saat peringatan 1000 hari pergimu, Romo Mateus Batubara,OFM bercerita tentang seorang perempuan yang membuat repot seluruh malaikat di langit, karena lantai langit selalu basah kebanjiran karena air matanya…. Dan Romo itu berpesan padaku pa… untuk menghentikan tangis dan mengeringkan air mata… Mungkin ada benarnya juga, si Romo halak kita itu ya pa… hidup tetap harus berjalan kan ya … oh ya… dan saat itu sebenarnya… aku sudah maleeees banget lho pa, menyelenggarakan peringatan itu… karena Taruli juga sedang dinas keluar kota…. Hayooo kau tau kemana pa? ke M E D A N … aaah… borumu itu ternyata… bisa berangkat sendiri ke Medan… dengan usahanya sendiri pa… hebat lho dia….

Pa,
Sekarang waktunya aku mau bercerita tentang cantiknya Tano Batak, pa… Tanah yang telah sempat kuhapus dari memoriku… Namun kini, tiba juga aku disini pa… walaupun diawal-awal aku membayangkan akan sangat menyiksa… karena perjalanan ini dipenuhi dengan berdoa, berdoa dan berdoa… aku sudah ragu sejak awal, pa… apa aku mampu untuk bisa lewati seluruh perjalanan dengan baik. Apakah aku masih layak untuk berdoa… apakah Tuhan masih mau mendengarkan doaku… aaaah… aku tidak tahu…. Aku juga tidak mau memaksa Tuhan untuk mau mendengarkan doa-doaku kok, pa… yang aku tau aku harus berbuat baik setiap saat… membantu dan berguna untuk orang lain… juga untuk diriku sendiri… dan tidak merepotkan orang lain, itu saja… gak mau muluk-muluk pa…

Pa,
Ada sedikit rasa penyesalan juga sebenarnya aku menjejakkan kaki di tanah kelahiranmu ini tanpamu… Tanah ini ternyata begitu indah… aaaah Danau Toba… yang tadinya tinggal kenangan… kini menjadi kenyataan. Aku melihat Danau Toba terpampang luas tepat didepan mataku. Beban berdoa yang sedianya terasa akan membebani seakan patah… sirna… tak terasa... karena pesona tanah kelahiranmu. Dari Medan, kami langsung ke Parapat, menyebang dan tibalah rombongan di Samosir… My Godness… akhirnya aku berada di tempat ini… tempat yang telah puluhan tahun aku impikan, sejak kuserahkan cintaku untukmu, pa… ada rasa bangga juga dalam hatiku bahwa aku bersuami orang Batak… rasanya seperti berada dikampung sendiri… walaupun pada saat kamu masih ada malah mungkin tak kurasakan itu sama sekali. Ada pengingkaran atas rasa cintaku padamu… yang akhirnya juga menciptakan sebuah kebencian padamu dan tanah leluhurmu saat itu…

Namun kini… aaah Pa…
Ini yang penting ingin kusampaikan padamu….
Kala itu… 25 tahun yang lalu… kuserahkan cinta pertamaku pada seorang Batak, kekal abadi hingga maut memisahkan kita….
Kini … 25 tahun kemudian… cinta terakhirku tertinggal ditanah Batak… kekal abadi… pula hingga maut memisahkan ….

Pa,
Ijinkan aku untuk kembali mencintai tanahmu… Bersama dengan cinta terakhirku…
Kamu baik-baik ya, Pa … Aku selalu berdoa untukmu, agar ringanlah langkahmu. Dampingi aku dan Uli ya pa…Akan selalu ada cinta diantara kita....

Pa,
Hidupku tetap harus berjalan, napasku tetap harus berhembus, dan ada CINTA yang kini bertumbuh… berkembang… kekal dan abadi…. Sampai maut pula yang akan memisahkan…  

Samosir, 04 Juni 2013
02:34 dini hari


No comments: