Mas Yudi suamiku, pulang larut malam, bahkan pagi sudah menjadi hal yang biasa bagi ku. Aku sudah sangat mengenalnya luar dalam, dan menjadi hal yang wajar mengingat profesinya sebagai seorang wartawan.
Tapi yang membuatku heran adalah, sudah sebulan ini selalu kutemukan bunga melati di saku kemejanya. Masih segar, berarti baru dipetik malam. Sehingga ketika pagi aku memasukkan cucian ke dalam mesin, bunga itu masih terasa harum. Setiap kali aku ingin bertanya padanya aku selalu lupa. karena aku sendiri juga bekerja. Jadi setelah memasukkan cucian ke mesin, lalu aku berangkat ke kantor. Kesibukan kantor membuatku selalu lupa tentang melati itu. Selain itu juga mas Yudi tidak menunjukkan gelagat yang aneh. Dia tetap menunjukkan perhatiannya padaku, tidak pula berubah pada Cici putri kami yang memang sangat dekat dengan ayahnya. Komunikasi kami tetap baik, ia selalu menelponku untuk mengingatkan makan siang, tetap menanyakan keberadaanku saat waktu pulang kantor tiba. Sama sekali tidak ada yang berubah. Ia tetap seorang mas Yudi yang kukenal sejak puluhan tahun lalu. Sikap mas Yudi di tempat tidurpun tidak berubah, ini penting bagiku. Perilakunya tidak semakin hangat untuk sekedar menutup-nutupi atau malah dingin. Tidak sama sekali. Semua berjalan seperti biasa. Ia tetap mencumbuku sebelum kami mengarungi lautan asmara sebelum kami tiba bersama-sama. Juga tidak ada yang berubah pada hari wajibnya ia menafkahi bathinku setiap malam jum'at sesuai sunah Rasul.
(Bersambung)
Tapi yang membuatku heran adalah, sudah sebulan ini selalu kutemukan bunga melati di saku kemejanya. Masih segar, berarti baru dipetik malam. Sehingga ketika pagi aku memasukkan cucian ke dalam mesin, bunga itu masih terasa harum. Setiap kali aku ingin bertanya padanya aku selalu lupa. karena aku sendiri juga bekerja. Jadi setelah memasukkan cucian ke mesin, lalu aku berangkat ke kantor. Kesibukan kantor membuatku selalu lupa tentang melati itu. Selain itu juga mas Yudi tidak menunjukkan gelagat yang aneh. Dia tetap menunjukkan perhatiannya padaku, tidak pula berubah pada Cici putri kami yang memang sangat dekat dengan ayahnya. Komunikasi kami tetap baik, ia selalu menelponku untuk mengingatkan makan siang, tetap menanyakan keberadaanku saat waktu pulang kantor tiba. Sama sekali tidak ada yang berubah. Ia tetap seorang mas Yudi yang kukenal sejak puluhan tahun lalu. Sikap mas Yudi di tempat tidurpun tidak berubah, ini penting bagiku. Perilakunya tidak semakin hangat untuk sekedar menutup-nutupi atau malah dingin. Tidak sama sekali. Semua berjalan seperti biasa. Ia tetap mencumbuku sebelum kami mengarungi lautan asmara sebelum kami tiba bersama-sama. Juga tidak ada yang berubah pada hari wajibnya ia menafkahi bathinku setiap malam jum'at sesuai sunah Rasul.
(Bersambung)
No comments:
Post a Comment