03 July 2008

Misteri Bunga Melati (4)


Dari belakang kuikuti mobil mas Yudi. Mengarah ke daerah selatan. Dengan tetap mengawasi mobil suamiku, aku teringat kata-kata yang selalu dilontarkan mas Yudi padaku, "Be positif, Honey...." Simpel sepertinya, tepat maknanya, tetapi sulit untuk bisa dijalankan rupanya. Itulah uniknya si "positif" itu. Aku geleng-geleng kepala sendiri....
Mas Yudi membelokkan mobilnya kesebuah gang sempit. Tak mungkin aku mengikutinya, karena ia pasti akan tahu keberadaanku dibelakangnya. Oleh karena itu aku segera melaju kembali kejalan besar. Kupikir, besok saja aku kembali ketempat itu seorang diri.
Esok paginya, jam 8 pagi aku sudah berada di mulut gang yang sama dengan kemarin. Perlahan mobilku melaju masuk kedalam gang sempit itu. Jam-jam segini memang jamnya tukang sayur bisa menjadi seorang Don Juan... dikelilingi oleh ibu-ibu muda yang sibuk mengelilingi gerobak sayurnya. Merayu si abang sayur agar memberikan harga murah, ditengah mahalnya harga kebutuhan hidup lainnya. Beli cabe 500 rupiah saja, harus bermanis-manis pada abang sayur agar bisa diberi tambahan barang 2 batang cabe... Sang Don Juan oke saja kehilangan 2 batang cabe, yang penting bisa sambil sedikit nyenggol-nyenggol dan kalau nasib baik, bisa juga nyemol bokong sang pelanggan. Aku geleng-geleng kepala lagi, bayangkan saja jalan sudah sesempit ini, masih dipenuhi dengan gerobak sayur. Konsentrasiku untuk menjadi seorang detektif swasta tak ingin terganggu dengan fenomena abang sayur, oleh karenanya kembali kuperhatikan satu persatu rumah yang ada tanaman melatinya. Makin jauh aku masuk gang itu, baru kutahu bahwa jalan ini buntu. Mati aku....!! Namun tiba-tiba tatapanku tertumbuk pada sebuah pagar yang ditanami tanaman melati penuh sepanjang pagar. Aaaah.... disini rupanya melati-melati itu berasal. Kuberanikan diri untuk memasuki rumah berpagar kayu yang dipenuhi dengan tanaman bunga melati. Kuketuk pagar beberapa kali, tak ada respon sama sekali. Pagar tetap kuketuk... mulai dari pelan sampai keras. Baru setelah agak kencang aku mengetuk, terdengar pagar dibuka dari dalam. Aaaaah.... aku terkejut, ketika kulihat bapak gemuk bertopi Tino Sidin yang kulihat tempo hari di TIM bersama suamiku muncul dari balik pagar. "Selamat pagi, pak" sapaku. "Ya.. selamat pagi, bu. Ada yang bisa saya bantu?" jawabnya ramah. Aku melihat halaman rumah yang begitu luas dari luar pagar. Bagak gendut ini tidak mempersilahkan aku masuk. Aku tetap berada diluar pagar. Tapi sekilas aku sudah bisa melihat dalam rumah yang luas itu. Sesaat aku terhenyak, ketika angin berhembus dan terasa aroma bunga melati menusuk kuat ke hidungku. "Ibu mau mencari siapa?" Tanya Bapak gendut itu, ketika aku sedang tercekat sesaat akan aroma melati yang ternyata memang berbunga cantik menghiasi pagar. "Begini, pak" jawabku agak terbata-bata. "Apakah bapak kenal dengan Yudistira?" tanyaku padanya. "Yudistira siapa ya?" Tanyanya lagi. "Eem, panggilannya mas Yudi." jawabku. "Oooh, mas Yudi? ya kenal bu... ada apa?" Aku bingung, mau memulai dari mana. Bapak gendut itu mulai kembali menangkap kegelisahanku. "Eem maaf pak, ini rumah siapa ya?". Bapak gendut itu menatapku, sambil kemudian membuka pagar agak lebar. Sekelebat, aku melihat sosok bayangan seorang perempuan berambut sebahu melintas dibalik jendela. Tak sadar aku melongokkan kepala untuk dapat lebih memastikan sosok perempuan itu. Bapak gendut yang ada dihadapanku mendehem, kemudian menjawab pertanyaanku. "Ini dulu rumah bu Oline". "Dulu?" tanyaku menyelidik. "Eeem... Bisa saya bertemu dengan ibu Olin, pak?". Bapak gendut itu mengernyitkan dahi, sambil kemudian menoleh ke arah kiri. Aku mengikuti pandangannya dan kulilhat sebuah batu nisan disana bertuliskan CAROLINE INDRAKUSUMA. "Aaaaah..." aku terpekik. Kembali kulihat kelebatan sosok perempuan dari balik pintu. "Jadi..?" suaraku terdengar parau. "Ini makam ibu Oline, pemilik rumah ini". Bapak gendut itu menjelaskan. "Lalu mas Yudi kalau kesini bertemu siapa, pak?" tanyaku. "Ya cuma ketemu saya. Saya ini pengasuhnya bu Oline sejak almarhumah masih kecil. Setahu saya mas Yudi sedang menulis tentang biografinya bu Oline." jawabnya sambil kulihat ada genangan air mata disana. Sosok perempuan itu, muncul lagi di balik jendela rumah. Kuberanikan diri menanyakannya pada bapak gendut itu. "Maaf pak, lalu yang tinggal dirumah itu siapa?" tunjukku ke rumah besar itu. "Ya, nggak ada orang, bu... sudah tidak ada yang tinggal dirumah itu lagi." Mendadak aku pening, sakit kepalaku menyerang. Aroma melati kembali menusuk-nusuk hidungku.... Aaah... inilah akibatnya bila aku usil dan sok tahu. Aku tidak tahu, rasanya infestigasiku harus segera kuakhiri sampai disini dan be positif seperti yang sering dikatakan mas Yudi. Berarti benar bahwa mas Yudi suamiku memang sedang bekerja, menulis sebuah biografi CAROLINE INDRAKUSUMA, seorang penyair yang tewas dalam pembunuhan tragis oleh seorang penggemarnya saat pementasan. Maafkan aku suamiku, maafkan atas kecurigaanku. Maafkan atas ketidak percayaanku padamu. Aku mencintaimu suamiku... Kau tercipta hanya untukku.
Ditepi pantai Marina, Yudi memeluk Oline erat. "I Love you, Honey.." desis Yudi ditelinga Oline. Oline memejamkan mata yang memanas, ingin rasanya ia menjawab dengan tegas dan jelas "I Love you too, sweetheart..." namun tak juga dapat ia ucapkan. Ia hanya dapat menganggukan kepala sambil menikmati pelukan laki-laki itu. Yudi melepaskan pelukannya dan mengepit wajah Oline yang basah oleh air mata dengan kedua telapak tangannya, mengecup dahi perempuan berambut sebahu itu dengan lembut, "Cantikku, sayangku, manisku... I Love you... Anytime and forever. You belongs to me and I belongs to you. You are the besting in my life. You are the one and the only. You are my real wife....." T A M A T
Medio Mampang, 3 Juli 2008

No comments: