BUMI FANA….
Adalah Rhea, perempuan yang tinggal didekat
menara… Setiap bulan purnama tiba, jelang tengah malam tidak ada yang terlambat
menyibakkan tirai dari jendela rumahnya… untuk melihat Rhea menari indah diatas
menara sana…. Hingga tak jarang kota menjadi ramai… karena para perempuan
sibuk berteriak memukuli para suami.... sambil
sibuk menutupi dan mengkaitkan seluruh ujung-ujung tirai rumah… agar para suami
tak bisa menyingkapnya, untuk melihat tarian Rhea di bulan purnama.
Adalah Rhea… perempuan yang baru saja
ditinggal mati suaminya. Menjadi buruan setiap laki-laki, dari hari kehari.
Mulai dari upeti berkarung-karung dinar bersinar hingga upeti kaos kaki… semua
laki-laki berdiri berbaris antri … hanya untuk memandangi Rhea menari hingga
jelang pagi… yang beruntung bisalah menikmati tubuh Rhea tanpa tertutupi …
seakan-akan berdua bugil menari, walau hanya dalam imagi… Rhea telah pergi,
sebelum mereka menyadari… bugillah mereka sendiri.
Adalah Rhea, perempuan bumi yang penuh
energi. Menjadi musuh bagi istri-istri yang tidak mengerti, bagaimana merawat
dan membuat suami tenang berada disisi. Mereka biarkan para suami berkeliaran
pergi… sementara mereka sibuk dengan keinginan sendiri. Mulai dari Iri hati
melihat istri lain menggunakan hiasan telinga yang terang menyala, inginkan
pakaian yang bertenun emas seperti yang digunakan oleh para istri penguasa
negeri, sampai iri pada Rhea yang sanggup menyajikan tarian hati, hingga para
suami tak ingat lagi istri…. terbawa kerling mata Rhea yang bersinar setiap
hari…
Lalu bagaimana dengan Rhea sendiri?
Dialah seorang Rhea…. Ia hanya manusia
perempuan yang ingin dilindungi, ingin dicintai… tidak ada keinginannya yang
lain… selain hanya untuk dimiliki oleh sebuah cinta sejati. Puluhan tahun
nyawanya berkelana sendiri, walau tubuh terjerat, terikat pada seekor mahluk
bawah bumi. Yang hanya ingini untuk
puasi diri sendiri… hujaman sembilu pedih selalu mengirisi …. Bertahan dalam
kelu dan bisu… dalam lingkar tatanan bumi yang wajib dijalani. Sumpah serapah
tak berarti lagi… tetap tak berubah tak berganti… seakan semua turuti keinginan
sang mahluk bawah bumi yang jelma menjadi suami… Rhea harus bertahan disana…
menjalani hari… hidup yang seakan mati… Cinta yang sedianya adalah sebuah cinta
dahsyat persembahan bagi suami tercintanya telah porak poranda…. Harapannya telah
gugur berserakan disepanjang selasar jalan raya… tersapu angin terseret langkah….
Tanpa tersisa…
Puluhan tahun Rhea berjalan tanpa hati… walau
terkarunia jutaan energi dahsyat dalam diri, yang ia bagikan dalam derai
tawanya setiap hari, tanpa ada yang mengerti semua berubah menjadi derai tangis
bila mentari pulang dimalam hari. Kala ia sendiri… Rindu menanti cinta sejati yang
telah terserak porak poranda tadi… tercecer kesana-kemari terbagi-bagi bagai
hujan birahi bagi para laki-laki… namun itu adalah cinta yang mati… cinta yang
tak akan pernah abadi… cinta yang tak pernah ia kenali… Ribuan pelukan telah ia
alami, jutaan kecupan mendarat dipipi… semua berlalu tanpa hati, karena Rhea
tidak pernah tersinggahi sebuah cinta yang murni, sebuah cinta yang abadi….
Semua cinta dialami adalah cinta birahi… yang akhirnyapun ia nikmati, walau
dengan hati teriris dan luka perih disekujur tubuh terasa selalu setiap pagi. Setelah
mahluk itu terpuasi…. Sebagai sebuah
suratan nasib sebagai perempuan bumi… dalam tubuh yang pasti membutuhkan
birahi….
Adalah Rhea, seorang perempuan bumi yang tak
percaya lagi adanya cinta sejati yang kan menghampiri…. Diyakininya sendiri,
Rhea terlahir untuk melayani… tanpa ada seorangpun mengetahui apakah yang dia
ingini… hidupnya berjalan hanya untuk dapat menyeimbangi aturan dan tatanan
bumi yang sudah tercipta tanpa bisa diganti… untuk bisa sesuai pada yang
mesti…. Apakah ada kesempatan untuknya … mendapatkan apa yang dia ingini…? Rhea
menebar tanya dalam rangkai gerakan sebuah tari… jutaan mahluk melahap sungging
senyumnya… ribuan manusia dapat menikmati liuk tubuhnya… puluhan tangan
berhasil menyentuh pinggulnya… namun hampa hatinya beku, tak tergeming oleh
semua itu… sungging senyum dahsyatnya selalu mengundang birahi… membuat semua
orang tak berkedip, menggelegak kemudian menjadi tinggi…. Bila tiba saatnya
ingin terpuasi, Rhea undur diri dan berlari… membuat semua orang ucap memaki…
Perempuan tanpa hati…
Renyah suara Rhea menyambut Cafa, yang muncul
dihalaman rumahnya.
“Cafa… Cafa… Cafa…. Kerabat manusia setengah
dewa… bagaimana gerangan kabarmu hai saudariku…” Rhea memeluk hangat Cafa
dengan segala kerinduannya.
“Rhea… sungguh luar biasa… selalu murah
senyum dengan jutaan tawa… kabar baiklah luar biasa…. Rhea, lihatlah siapa
gerangan yang datang bersamaku kali ini…” Cafa segera melepaskan pelukannya dan
membalikkan badan mencari sosok yang tadi datang bersamanya. Dia hanya dapat
menangkap punggungnya. Rhea mengernyitkan dahinya. Siapa gerangan yang datang
bersama Cafa… manusia dengan tubuh kurus yang hanya terlihat dari belakang….
Rhea menyungging senyum dengan penuh tanda tanya… siapa gerangan dia?
(BERSAMBUNG...)