20 November 2013

LITUHAYU (1)

PAGI

Jangan menyerah… Marilah segera melangkah…
Tak akan ada yang terjadi, kalau kita tidak mulai…
Aku sudah disini, dengan semua yang harus dijalani…
Bungkus semua itu dengan hati, untuk kemudian dinikmati….

Lantunan tembang sayup terdengar dibarengi dengan bunyi suara sapu lidi dihalaman rumah.
“Pagi-pagi sudah riang hati, kau Kumari…” Sapa seorang ibu yang lalu didepan halaman rumah itu, sambil mengusung kendi besar penuh berisi air.
“Menyambut hari baru harus dengan tekat dan semangat baru, yu… ini tadi ya cuma supaya tidak terasa saja kok, yu… kalau tidak sambil nyanyi… bosan aku nanti… dan rasanya jadi tidak selesai-selesai pekerjaannya…” Kumari tersenyum.
“Aku tidak pernah melihatmu sedih lho, Ri… sepertinya hidupmu itu seneeeeeng terus….”
Hayu yang masih meringkuk dibalai-balai kamarnya mendengar sayup-sayup suara simboknya berbicara dengan seseorang diluar sana. Ia mengerjap-ngerjapkan mata, yang masih tak juga mau terbuka…. “Hooooaaaahem…”
“Lha memang aku ini seneng terus kok, yu… yang mau disedihkan tuh yo apa… wong ya hidup ya cuma begitu-begitu aja….” Jawab Kumari lagi, sambil merapikan gelung rambutnya yang mulai mengendur.
“Hayu mana?”
“Dia masih tidur… semalam dia sampai larut memasak buat dagangan. Jadi biarlah dia tidur … nanti kecapekan dia kalau pagi-pagi juga sudah kubangunkan…”
Hayu mengernyitkan dahinya. Simboknya ini selalu membuka aib didepan orang. “Bisakan… bilang kalau aku sedang didapur kek, atau sedang mencuci kek… kok jujur banget bilang masih tidur… Orang pasti berpikir aku ini pemalas… dan simbok adalah orang yang rajin… Huuuuuh….”
“Wis… nanti aku tak mampir… aku taruh air ini dulu ya…” Perempuan itu melanjutkan langkahnya.
Kumari melanjutkan pekerjaannya. Ia kumpulan sampah-sampah daun-daun kering… sambil melanjutkan lantunannya.

Bagai daun-daun kering yang kusapu ini…
Yang tadinya tunas, hidup dan lalu kering….
Haruskah aku gelisah… memikirkan perjalanan hidup….
Yang sudah pasti berakhir dalam jugangan[1]… seperti daun-daun kering ini…

Kumari membuang daun-daun kering yang tertumpuk dipengkinya kedalam sebuah lubang tempatnya membuang semua sampah dan kotoran.
“Aaaddddduuuuh….” Tiba-tiba terdengar pekiknya. Kakinya kotor menginjak tahi. Salah sendiri, jalan tidak lihat-lihat …. Wajahnya mengernyit sebal, matanya mulai mencari-cari ditolehnya wajah kekanan dan kekiri… Tapi… heeem apa yang terjadi. Gurat marahnya rekah berganti tarikan senyum dibibir sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. “Sono… kamu tidak usah menarik perhatianku dengan kembangan bulu-bulu indahmu… kau kembangkan bulumu, agar reda marahku kaaaaan? Dasar mayuri[2] nakal. Kau lihat ini kakiku…. Penuh dengan tahimu… pancen[3] yo kewan[4]nek ngising sak nggon-nggon[5]…” gerutunya tapi tak bisa menghilangkan senyum diwajahnya melihat Sono burung meraknya memamerkan keindahan bulunya. Kumari memelihara sepasang burung merak putih. Yang jantan diberi nama Sono dan yang betina diberi nama Kweni.
“Mana Kweni…?” Teriaknya dari dekat jugangan. Sono tidak menjawab. Ya jelas saja tidak menjawab, dia hanya berjalan perlahan-lahan mengusung bulu-bulu putihnya yang indah. Tak berapa lama muncul dari belakangnya Kweni berjalan perlahan menghampirinya.
“Aaaaah… ini dia… Kweni, dari mana kamu.” Kumari jongkok dan segera membelai Kweni yang menghampirinya.
“Heeem… Dewata itu lucu… kalau manusia… perempuan yang berdandan cantik dengan pakaian yang megah. Bercelak dan bergincu tebal… supaya laki-laki tertarik. Tapi berbeda dengan hewan. Justru yang berbulu indah, yang menarik justru yang jantan… sementara betinanya aduuuuh eleeeek e… “ katanya sambil mengelus-elus Kweni.
“Kenapa begitu tho, mbok…?” terdengar suara Hayu yang ternyata sudah berada dibelakangnya.
“Heeeee… Wuk… sudah bangun… ??? sudah diminum air putih yang sudah simbok siapkan disamping bale-bale?”
Hayu menggelengkan kepala.
“Haduuuuh kok belum, tho nak… tunggu disini… simbok ambilkan. Bangun tidur itu harus segera minum air putih… supaya sengkolo[6] yang dibawa dari semalam tidak terbawa sampai hari ini.” Kumari berdiri dan segera melangkah.
“Tunggu… tunggu mbok… itu tadi… jawab dulu… kenapa kalau kewan itu yang jantan lebih bagus dari yang betina?”
“Hoooo itu… Gini… kalau kewan itu nak… beranak pinak itu ada musimnya. Jadi kalau memang sudah musim kawin… musim birahi, jantan-jantan itu berlomba-lomba memperlihatkan keindahannya dihadapan sang betina. Supaya betinanya tertarik dan mau kawin sama dia. Beda sama orang, yang dandan nditing[7] malah yang perempuan, supaya dipilih sama laki-laki. Kalau laki-lakinya, biarpun bosok[8] juga banyak yang mau asal kantongnya tebal. Soalnya kalau manusia itu tidak ada musim birahinya… manusia yang harus atur sendiri urusan birahinya. Kalau tidak bisa atur sendiri birahinya itu yang bahaya. Kalau kewan jelas, birahi ada musimnya… gak kaya manusia… sewaktu-waktu bisa birahi… disembarang tempat muncul birahi… lihat perempuan bening… langsung disikat… heeeem… malah lebih sopan kewan… kalau gak musimnya… ya anteng aja. “ Kumari kemudian berjalan menuju pancuran. Mencuci kakinya yang berlumuran kotoran mayuri, sebelum kemudian melangkah masuk kedalam rumah.
Hayu terpekur mendengarkan kata-kata ibunya. Kepalanya manggut-manggut. “Hoooo… begitu ya rupanya…” ia kemudian memandangi Sono yang masih berada ditempatnya sambil masih memamerkan bulunya. Tapi memang indah betul mayuri putih jantan itu… dibandingkan dengan Kweni, mayuri betina yang malah tidak menarik sama sekali. Hayu jadi ingat ketika pertama kali Sono dan Kweni menjadi bagian dari hidup mereka.
“Kumari… kubawakan kau sepasang Mayuri Putih… sebagai tanda kesungguhan hatiku mencintaimu. Ini adalah lambang cintaku yang putih bersih… oleh karenanya aku berkeliling dunia, mencari Mayuri putih yang sangat langka…” Teringat lagi Hayu akan kalimat Jagabaya[9] Boma yang berwajah bosok  seperti kata simboknya tadi dan beristri  sebelas itu. Sebelas itu yang bisa dihitung, yang tidak terhitung, walaaah… entah berapa…
“Terima kasih banyak Kang Boma… duuuuh indahnya. Terima kasih banyak ya…” Jawab simboknya kala itu, walaupun setelah Boma bosok itu pergi, simboknya bertanya… “Kita kasih makan apa ini mayurinya ya, wuk? Aku kok gak kepikir tanya tadi ya… Buat apa juga ini… malah ngeregeti[10]… wis sak adanya kita aja ya… lumayan buat duwen-duwen[11]… Orang laki kalau ada maunya… merayu setinggi langit… gayanya sebakul… lambene lamis[12]… “. Kata simboknya dengan nada tidak peduli. Aaaah…. Hayu tidak habis pikir, kalau tidak mau ya tolak saja… kenapa harus diterima. Membuat orang merasa kegeden rumongso[13]. Tapi itu pikirannya sekarang, sementara Sono dan Kweni sudah ada sejak dirinya berusia kira-kira sepuluh tahun… berarti mayuri-mayuri ini sudah berusia puluhan tahun… itu baru mayuri… belum “upeti-upeti” yang lain. Iiiih menjijikan… semua dari para laki-laki beristri. Beristripun tak cuma satu istri… beristri buannyak… dan simboknya selalu menerima semua upeti itu dengan senyum manis, wajah sumringah dan ucapan terima kasih yang mendayu. Huuuuuuh….. @#!!&^$???>….. Kembali dada Hayu bergejolak, napasnya sengal-sengal…. Bayangan perempuan itu muncul kembali. Membuatnya tersadar akan kebencian yang sudah merasuk, bercampur bersama darah dan air didalam tubuhnya. Melebur dalam napas, baur bersama semburan helaan napas yang terasa panas penuh getaran kebencian …. panaaaaas…. “Aaaaaaaah…..” teriaknya kuat-kuat… sambil kemudian berlari, naik keatas pohon, disana… diatas sana adalah tempat yang paling nyaman baginya.

Mampang, 20 November 2013

BERSAMBUNG



[1]. Jugangan = lubang tanah, untuk tempat sampah. Biasanya digali dihalaman rumah dan bila penuh kemudian ditutup untuk kemudian digali lagi lubang disampingnya atau dilahan sekitarnya.
[2]. Mayuri = burung merak
[3]. Pancen = memang
[4]. Kewan = hewan / binatang
[5]. Nek ngising sak nggon-nggon = kalau buang hajat disembarang tempat.
[6]. Sengkolo = sial
[7]. Nditing = berpenampilan rapi, tidak seperti sehari-hari
[8]. Bosok = busuk
[9]. Jagabaya = petugas keamanan
[10]. Ngeregeti = bikin kotor
[11]. Duwen-duwen = punya-punya
[12]. Lambene Lamis = bicaranya manis/merayu
[13]. Kegeden Rumongso = Gede Rasa/GR

19 November 2013

LITUHAYU

PROLOG

Malam itu hitam pekat… hujan seharian menyisakan angin dingin dan aroma genangan air. Lituhayu seorang gadis cantik duduk terpekur  disalah satu ranting lebar diatas pohon  di belakang rumahnya sambil memandangi liuk tarian api pada obor-obor penerang jalanan. Setiap sore para abdi kerajaan memasang obor disepanjang jalan menuju perbatasan antara kerajaan dan desa. Mereka menancapkan obor itu berjarak tiga rentangan tangan. Pagi hari, saat ayam-ayam jago mulai menggepakkan sayap dan berteriak memanggil matahari, para abdi mencabut tiang-tiang obor untuk dibawa kembali ke kerajaan.
Hayu merasakan dadanya sesak, ia sendiri tak tahu apa sebabnya. Semakin hari, sesak itu semakin menyeruak dalam hati, hingga hilang tarikan garis senyum yang dulu selalu hiasi wajahnya.
“Hai Pencipta Bumi Fana…. Mana nyaliMu…. Tunjukkan padaku…” teriakannya menggema menyengat semua yang ada didekatnya. “Ingin kuhapus semua jejak langkah kaki yang pernah kulalui… Ingin kutapaki hidupku saat ini sendiri… tapi mengapa perempuan itu selalu mengikutiku…” dadanya naik turun ketika ia menyebut kata “perempuan itu”. Ada bongkahan batu besar yang seakan melekat erat dipunggungnya dan menjadi beban yang begitu berat baginya. “Aku tak ingin hidup dalam bayang-bayang perempuan itu…. Bangsaaaaat…. Semua orang memujinya, membangga-banggakannya…. Dimana aku…???” Hayu mendekap kedua lututnya makin erat. Menyusupkan wajahnya disela-sela kedua lingkar tangannya. Airmata banjir dari matanya… geram makin menambah deras airmata yang mengalir dari kelopaknya.  
Lantunnya perlahan :
Mengapa… semua mata hanya tertuju padanya… Lalu aku dimana?
Mengapa… semua berpesan padaku untuk menjaganya…. Lalu aku bagaimana?
Aku tahu dia memang perempuan sempurna….
Tapi aku hanya mau mengakui dalam hati…
Gengsi kalau sampai harus ucap dari celah bibir….
Biar semua terkagum padanya…
Tapi aku tidaaaaaak…. Karena aku yang dengar dengkur ngorok tidurnya… sangat mengganggu.
Tapi aku tidaaaaak…. Karena aku yang mencium bau kentutnya… busuuuuk
Tapi aku tidaaaaaak… Karena aku tau bau jigongnya…. Baauuu sirih yang menyengat
Dimana-mana orang mengaguminya…mulai dari pengemis pinggir jalan sampai para punggawa istana… semua berlomba menarik perhatiannya.
Mulai dari pemuda-pemuda desa hingga para Begawan… semua terpesona padanya….
Mereka terbuai dengan merdu suaranyanya….
Aku tidaaaaak…. Suaranya parau bagai teriakan elang kesakitan.
Aaaaaah ….
Mereka terpesona dengan liuk gemulai tubuhnya….
Aku tidaaaaak…. Tubuhnya tambun dengan perutnya yang buncit….
Mereka terpaku menatap matanya yang kata mereka indah….
Aku tidaaaaaak…. Perempuan itu selalu menyuruhku untuk memasukkan benang kedalam lubang jarum…
Mereka semua ternganga melihat senyumnya…..
Aku tidaaaaaak… senyumnya bak kuda mbengingeh[1] kelaparan…..
Bedebaaaaaaah……
Siapa bilang dia sempurna…..
Aku benci dia….
Perempuan yang selalu bermulut manis yang membuat kumbang-kumbang selalu beterbangan disekelilingnya…  Daaaaan perempuan itu menikmatinya…. Ciiiiih……

Tangisnya makin meledak… rambutnya kusut acak-acakan. Napasnya sesak bukan buatan. Hayu seakan-akan tak ingin hidup lagi. Ia ingin segera menyusul ayahnya yang telah pergi entah kemana.
Wuk[2] Hayuuuu…. “ terdengar suara lirih yang memanggilnya. “Hayuuuu…. Dimana kamu nak…?” Terlihat seorang perempuan setengah baya keluar dari dalam rumahnya membawa damar[3] ditangan kanannya. Perempuan itu mengangkat damar sampai keatas kepalanya untuk bisa mendapatkan penerangan yang lebih luas. Matanya memicing mencari-cari…. Dimana Hayu berada.
“Ya mbok[4]… sebentar… aku masih ada disini… sebentar aku turun…”
“Waaah… masih keasikan rupanya kamu diatas sana anakku… “ Perempuan itu segera menghampiri pohon tempat Hayu duduk diatasnya. Sambil mendongak memastikan Hayu berada disana, perempuan itu melanjutkan kata-katanya, “Hayo medak[5] nak… kita maem dulu… nanti kamu masuk angin…”
“Iya… simbok masuk dulu saja … ini sebentar lagi aku turun…”
“Ya sudah ya… simbok masuk… jangan lama-lama ya, simbok tunggu dalam… nanti dingin sayurnya kalau kamu terlalu lama…”
“Ya mbok… “
Perempuan itu melangkah kembali masuk ke dalam rumah. Digantungkannya damar pada tiang didepan rumahnya. Perempuan itu sejenak menghentikan langkah untuk menggelung rambutnya yang panjang yang mulai rontok pula beruban.
Lituhayu perlahan menuruni pohon tempatnya menceracau. Matanya yang masih nampak sembab dibasuhnya dengan air di pancuran dekat pohon. Air dingin yang mengalir dari sumber mata air pegunungan itu terasa sejuk dikulit mukanya. Ia berjalan masuk kedalam rumah, dan duduk disamping simboknya. Perempuan itu mengecup kening, sambil menyodorkan piring dari tanah liat pada Lituhayu anak kesayangannya. Darah dagingnya, hidup dan matinya… Dalam hatinya, terpukau melihat betapa cantik anak semata wayangnya. Sungguh tidak salah ayahnya dulu memberi nama Lituhayu, yang artinya adalah cantik… adalah rupawan…

Bersambung
Mampang, 19 November 2013






[1]. Mbengingeh = ringkik kuda
[2]. Wuk = panggilan sayang anak perempuan
[3]. Damar = pelita
[4]. Mbok / Simbok = Ibu
[5]. Medak = turun

01 November 2013

Cerita KENTANG….

Aku menjunjung tinggi apa yang sudah kau putuskan itu…
Aaaah rasanya aku seperti membubung tinggi karenanya…
Dan kau tau?
Menjadi sebuah janji pada diriku sendiri untuk tetap selalu bersamamu…
Karena bersamamu adalah sebuah BAHAGIA untukku…

Tapiiii…..

Mungkin harus diikuti dengan pelajaran berikutnya…
Bagaimana untuk bisa mencapai sebuah TITIK KESEIMBANGAN…

Lalu apa hubungannya dengan KENTANG?
Heeeeem …..
Apa ya….???? Ya itu tadi ….

Sudahlah… sudah waktunya makan siang…. mari silahkan dinikmati…. KENTANG PANAS yang telah tersedia dipiring….

Monggo lho….

MAMPANG, 1 November 2013


27 October 2013

Aku Ingin Memelukmu…

Aku ingin memelukmu…
Tanpa akhir….
Seperti aku memeluk alam semesta yang tanpa batas itu….

Aku ingin memelukmu…
Seperti malam yang selalu gelap dan siang yang selalu terang…
Seperti para dewa yang selalu murni dan manusia yang pasti selalu berdosa itu…
Seperti bunga di padang yang berbunga kemudian layu kembali… untuk kemudian berbunga lagi… demikian berkali-kali… hingga batas waktu yang hanya Sang Pencipta yang tahu…

Aku ingin memelukmu…
Berlari… Menyeruak masuk dalam dekap hangat kedua tangan kekarmu…. Mendekam disela-sela aroma tubuh dan napasmu yang membuatku terhanyut dalam getaran birahi…
Saat ini… disini….hanya angan yang sanggup menari-nari sendiri… saat ribuan kaki jarak antara mu dan ku kini…
Bergumul dengan pikiran yang selalu cemaskanmu… melayang-layang terbang… Seperti layaknya elang yang terbang sendiri, menari-nari sendiri berlatar bulan bulat bundar yang juga selalu sendiri…

Aku ingin memelukmu…
Kini… hingga nanti…Tanpa batas waktu… Hingga jiwa kembali pulang, dalam pangkuan tak kentara…


Mampang, 27 Oktober 2013




Diujung Rindu



rinduku mulai berkabut... saat kemelekatan hadir menguasai hati.... lepas... lepaskan saja semua... bukankan pilar-pilar menyangga rumah itu tak harus berdiri berhimpitan? aaah biarlah malam berlalu... tak usah banyak tanya ini dan itu... segera pejamkan mata dan tenggelamkan diri dalam lelap hingga hari berganti...



Rindu



Pertemuan Rhea dan Hira siang itu, dilanjutkan kembali malam ini... 
Rhea : Butiran air mataku hanya untuknya...
Hira : Airmata cinta kah...?
Rhea : Ya... butirannya penuh dengan gelegak rindu padanya...
Hira : Dimanakah...?
Rhea : Disana... lihatlah ujung jemariku... menunjuk ribuan kilometer dari pijak ku saat ini... aaaah... Malam... bisakah kau terbangkan aku ... untuk segera menyeruak masuk dalam peluk hangatnya... suaranyapun tak dapat kudengar... hanya detak jantungnya yang terus kurasakan .... berdegup ... mengirim rindu dalam setiap helaan napas...
Hira memejamkan mata... merasakan desah angin malam menebar aroma rindu...

28 September 2013

Surat Untukmu 3

Pa, ini surat ketiga yang kutulis untukmu. Terakhir aku tulis saat aku di Medan kan ya... Kalau tidak salah aku tulis surat itu tanggal 04 Juni 2013... aaah Medan... Tau gak Pa, kemarin pagi... tiba-tiba aku pingiiiin banget ke Medan. Entah kenapa rasanya rinduuuu sekali dengan tanah itu. 

Tapi Pa.... Sekarang ini aku bukan mau cerita tentang Medan... Tapi aku mau bilang sama kamu Pa... aku sudah LULUS....

Fiiiuuuhhh.... Cuaaapeeeek banget rasanya Pa... Tapi semua perjuangan itu terbayar sudah saat upacara Pengukuhan Doktorku selesai... Ploooong rasanya hatiku Pa... Baru enak tidur rasanya... empuk juga rasanya jadi Doktor lho pa.... 

Saat sidangku, Inang tidak bisa hadir. Aku sangat mengerti, mengapa beliau tidak hadir. Terbayang seandainya Inang hadir... pasti akan lelah sekali... Inang sekarang harus dibantu pakai kursi roda pa... Pasca operasi karena jatuh pagi itu... aaah Inang, Tuhan selalu bersamanya Pa... karena sekarang Inang sudah sehat kembali. Tapi Eda Longga datang kok Pa... Eda Longga yang menemani Taruli, Ibu dan seluruh keluargaku duduk dideretan paling depan... Juga ikut menerima ucapan selamat dari para penguji dan hadirin.... aaaaah.... Bangganya aku Pa....
Dan .... Tau gak Pa... Kata Romo Mudji, Taruli, borumu itu nampak sangat gelisah ketika aku sudah mulai macet untuk menjawab pertanyaan dari para Profesor itu... Hehehehe... Tapi... aman .... Pa... aku saat itu mengatur pikiranku, seakan tidak sedang Sidang... tapi seakan aku sedang mendongeng... berbagi temuan kepada para penguji dan hadirin semua.... aaah... itu kulakukan supaya aku tidak grogi pa....

Aku bisa membayangkan, seandainya kamu masih ada, Pa.... Pasti kamu akan segera bilang... "Trus mau apa kamu setelah ini...?? Hehehehe... Pertanyaan baku setiap kali aku tuntas menyelesaikan sesuatu. 

Pa... banyak yang masih ingin aku sampaikan... tapi rasanya cekat ditenggorokan... Kusempatkan mencium nisanmu, memohon restumu jelang Sidang Promosiku....
Disurgo Hasonangani (Disurga tempat yang membahagiakan) ; Almarhum Ir. SAHALA PARLINDUNGAN SITUMEANG, MSc…Pa, aku sudah lulus… Terima kasih atas dampingan dan penyertaanmu dari atas sana. Selalu ada cinta diantara kita.


Medio, 28 September 2013
01:51

03 September 2013

MALMING ala MAMAT dan MINAH ….

Malming adalah saat-saat yang paling ditunggu-tunggu oleh Mamat dan Minah. Secara keduanya sedang dilanda asmara ala anak SMP yang sudah berbunga-bunga walau cuma lihat genteng rumah sang kekasih… jiaaah masih ada gitu jaman sekarang udah pada umur banyak masih aja pacaran ala SMP… eits jangan salah… ternyata ada lho… ya itu dia si Mamat dan si Minah…

Ceritanya, Mamat sang tukang kebon malming an kerumah Minah… naik motor bosnya yang kebetulan lagi tugas keluar kota… lumayaaan bisa bergaya didepan pacar… apel naik motor. Sampailah Mamat di rumah Minah pembantu rumah tangga yang lumayan manis laaaaah.
Kata Minah, ‘Bang, adek laper… kita makan yuk…”. Jawab Mamat dengan lugu. “Wah abang sudah makan dek…” Jiaaaah…. Malming sih udah makan… kudunya kan malming itu waktunya ngajak pacar makan ya… duuuh si Mamat….
“Yaaah… adek laper bang…” Kata Minah. “Ya sudah… abang temani adek makan ya…. Mau makan kemana kita, pecel LL (LL itu LELE maksudnya) langganan aja ya… tapi abang nanti cuma makan LL nya dan timun aja ya dek… ?” Jawab Mamat sok yakin. “Bener ya bang… abang makan timun aja ya… kita naik apa bang…?” tanya Minah. “Abang kebetulan bawa motor dek… tapi nanti kalau hujan gimana ya…?” kata Mamat. “Heeeem iya juga ya bang… gini aja deh… itu ada mobil… mumpung bos lagi pergi bang… kita pake aja yuk….” Kata Minah… “Hoooo gitu dek ya… hayoook kita naik mobil…. Biar sekali-sekali kita ngerasain malming kaya orang gedongan ya dek….” Jawab Mamat…

Singkat cerita… pergilah mereka makan ke warung pecel LL langganan… tersaji dua piring nasi… tetap aja Mamat dengan lahap menghabiskan sepiring nasi yang sudah disajikan… “Tet..Tot…” tanda tanya dalam kepala Minah… “Katenye… Cuma mau makan timun… abis juga negh nasi sepiring….”. Dengan lahap dan tanpa membahas masalah nasi dan timun keduanya menghabiskan pesanan makanan mereka. Huaaaah… kenyaaang… Minahpun tersenyum… kampung tengah amaaaan…. (bagian perut merasa kenyang maksudnya…)

Acara makanpun selesai… keduanya kembali masuk mobil… Keduanya masih terdiam… kekenyangan … Minah sedang membaca pesan singkat di hpnya, saat Mamat bertanya “Kemana kita dek?” 


Minah mendongak melihat ke depan dan dilihatnya pertigaan, spontan dijawabnya, “Belok kanan bang…” jawabnya singkat. 


“Heeem…” Mamat segera membelokkan mobil kearah kanan. “Heeem kalau kemang kemana dek?” tanya Mamat lagi. “Kemang kearah sana bang…” jawab Minah sambil menunjuk arah belakang, sambil menyimpan hpnya.
“Hooo… gitu…”.
“Iya bang…” jawab Minah lagi.
“Kita parkir dimana, dek?” tanya Mamat.
“Duuuh mau parkir dimana bang?”
“Di lapangan blok S gimana dek?”
“Memang abang mau makan lagi?”
“Enggak…”
“Ya udah…. Ngapain kita parkir di blok S?”
Mamat hanya terdiam saja… Keduanya terdiam dengan pikiran masing-masing yang kayanya gak kompak… satu mikir apaaa… yang satu mikir kemana… kagak sinkron kalo orang gedongan bilang.

Sesampai di depan rumah Minah, Minah terhenyak…. “Waduh bang… bos ternyata udah dirumah bang… duuuuh kena jebakan betmen kita bang…. ”

“Hooo gitu… adek bilang… tadi bos pergi…”
“Biasanya bos kalau pergi malmingan ampe malem baaaang… duuuh… kagak enak nih bang…”
“Ya udah dek… mau gimana lagi… bos adek udah liat kita… mosok kita mau pergi lagi…”
“Aaah ya udah deh bang… pasrah… tau gitu kita pan jangan pulang dulu bang…”
“Tadi adek abang ajakin parkir adek kagak mau…”
“Lha tadi abang ngajakin parkir di lapangan blok S… mau ngapain kita? Nontonin orang makan? Kita pan abis makan bang…”
“Enggak… maksud abang… ya kita ngobrol-ngobrol dulu… jadi abang bisa peluk adek…”
“Aaaaaah abang gak bilang…”
“Kapan abang udah bilang dek…”
“Tapi kan abang cuma bilang parkir dimanaaaa…. Gak bilang kalo mau peluk adek… aaaah… “
“Ya udah… nasib lah dek…”
Dengan wajah cemas keduanya memarkir mobil dan perlahan menghampiri sang bos.
“Malam bos…”
Untung sang bos kayanya lagi asik sama pacarnya… jadi gak banyak tanya. Cepet-cepet Minah minta Mamat juga menyapa bosnya…
“Malam bos….”
“Heeem…” gitu aja jawabannya… lumayan laaah dijawab daripada kagak sama sekali.

Mamat dan Minah masuk kedalam rumah dengan sedikit salah tingkah… Terdiam… kembali kayanya agak gak kompak… saking gak ngerti mau apa… keduanya menuju meja dekat taman belakang.
“Heeem kalau kutu ini, makanannya apa ya dek?”
“Makanannya ragi bang… nanti adek buatkan tempatnya biar bisa adek bawa pulang…”
Ngobrol lah mereka tentang kutu yang kemudian diakhiri dengan… “apaan sih bang… kita jadi ngomongin kutu… gak penting banget…”

“Iya dek… kenapa jadi ke kutu ya…?”
Keduanya tertawa….
“Abis adek abang tanyain kemana… bilangnya suruh belok kekanan… “
“Lhaaa jawaban adek kan bener bang… belokannya ke kanan… kapan tadi kita lewat pertigaan bang…?”
“Abang tanya mau parkir dimana… jawaban adek… gak ada bang… ya sudah kejebak betmen lah kita di rumah sama si bos…”
“Yaaah abaaaang…. Abang gak bilang…”
“Ya ngertiiii ajaaa deh kayanya deeeek… Paham ajeeee kudunye…. trus sekarang abang gimana mau peluk adek?”
“Aaaaaaah abaaang… maapin yak… maapin ya bang….”
“Heeeeem….” Muka Mamat paiiiiit….

Yaaaah… nasib malmingan tukang kebon sama pembantu…



Mampang, 24 Agustus 2013

Alfa dan Omega

Pada suatu pagi, seorang kawan mengirimkan sebuah pesan singkat untukku. Meminta waktuku untuk mendengarkan ceritanya. Aaaah … seorang sahabat yang takkan mungkin kutolak permintaannya.

Dia bercerita dengan penuh keceriaan dan kerenyahan atas kebahagiaan yang sedang dialaminya. Aku sangat senang atas apa yang diceritakannya padaku… Aaah semesta, betapa senangnya aku mendengar cerita hidup yang membuatnya begitu hidup…

Kawanku ini seorang perempuan yang menurutku cukup menarik… aku sangat tahu begitu banyak laki-laki yang mengejarnya, berminat meminangnya… namun dia tidak pernah mengatakan padaku bahwa dia sedang jatuh cinta…. Dia selalu mengatakan padaku… “Hira, gue lagi deket sama si anu…” atau “Hira gue lagi jalan sama si itu…” atau juga “Hira, kemarin si itu tu… ngasih gue jam tangan rolex asli…” dan kata-kata pengumuman lainnya… tapi aku belum pernah mendengar dia mengatakan… “Hira gue jatuh cinta…” naaah itu yang belum pernah sekalipun kudengar selama aku menjadi sahabatnya. Karena, aku ingat betul kata-katanya pada suatu hari dikantin dulu… dulu sekali… dia mengatakan bahwa “Mungkin gue bisa aja sih Hir, seneng sama orang… tapi kalau disuruh jatuh cinta… enggak deh ya… buat gue… cinta itu bo’ong… cinta itu taiiiik…” Waduuuh… cilaka…

Pagi ini subuh-subuh, saat masjid sebelah rumahku masih mengumandangkan alunan doa yang indah… sebelum adzan subuh terdengar, selularku sudah berdering-dering beberapa kali.... 
"Hiiiiih... kok gak diangkat sih telpon gue..."
"Nah elo jam segini udah teriak-teriak... ini masih jam orang enak tidur tauuuu... tunggu sabar ngapa... agak entaran kek..." Jawabku.
“Hira… gue jatuh cinta… loe gak perlu tau siapa orangnya… tapi semua hidup ini akan kuserahkan untuknya… salelengna…”.
Widiiiiiih…. Sejak kapan dia bisa bahasa batak? Saat itu kukira aku sedang bermimpi… maka segera aku mencubit sendiri tanganku untuk memastikan apakah aku masih di frekwensi Delta … atau sudah di frekwensi Beta… saat kesadaran penuh sudah berkumpul. Aaaaah sakit… hahahaha… ternyata ya aku sudah sadar… Baiklah…. Berarti aku tidak sedang bermimpi saat sahabatku itu mengatakan bahwa dia jatuh cinta.
Kalimatnya… “…tapi semua hidup ini akan kuserahkan untuknya… salelengna” nya itu yang mengusik pikiranku. Naluri penelitiku muncul dan kutanyakan lagi padanya … “Yakin loe… bakalan sama dia seumur hidup?”.
Jawabnya dengan sebuah tekanan suara yang mantap dahsyat, dia mengatakan…”Gue yakin seyakin-yakinnya…”.
Tanyaku lagi…”Apa yang bikin loe begitu yakin…?”.
Kudengar dia menghela napas panjang saat kutanyakan pertanyaan itu.
Aku bertanya lagi… “Gini… ini masalah seumur hidup, dear… dan setau gue… selama gue jadi temen loe, gue gak pernah denger loe seyakin ini… karena gue tau elo… elo adalah orang yang gak bisa terikat, loe adalah orang yang selalu ingin merasa bebas, loe adalah orang yang selalu semau loe sendiri… loe yakin bahwa loe bisa seumur hidup sama dia? Dengan segala ketidak bisa diaturnya elo itu…? Loe rela kemerdekaan loe tersita oleh orang itu? Kan elo pernah bilang ama gue... Hir, gue tuh ya, gak mau kalau kemerdekaan gue tersita hanya buat seorang laki-laki... gak akaaaan.... Jadi pertanyaan mendasar gue adalah… loe sadar kan atas kalimat loe itu? Gak main-main lho ini… semesta akan set up semua seperti yang loe bilang lho… loe pernah bilang sama gue bahwa cinta itu bo’ong… cinta itu taik… trus gimana itu penjelasan loe? Trus pertanyaan gue berikutnya….”
Kawanku itu langsung memotong… “Stop… satu-satu gue jawab… Hira… loe adalah orang pertama yang gue kabari ini. Gue dengan penuh kesadaran mengatakan bahwa ternyata cinta itu ada… cinta itu menghampiri gue… selama ini memang gue tutup pintu buat cinta… udah gue kunci pintu hati gue buat cinta… tapi ternyata… cinta itu datang lewat jendela…merembes lewat celah kecil yang gue pikir seumur hidup gue bakalan hidup tanpa cinta… ternyata enggak begitu… ternyata begini toh rasanya jatuh cinta… dan  karena itu maka… cinta itu akan gue bawa sampe mati… oke? Clear? Masalah kemerdekaan adalah masalah komitmen… kita berdua… gue sama dia… masalah komunikasi… jadi gue dengan yakin gak akan ada yang tersita… dan sekarang gue bilang sama loe kalau gue siap untuk jatuh cinta…” Alaaaaah maaaak…. Sekarang gantian aku yang menghela napas panjang…
“Trus pertanyaan loe selanjutnya apa tadi…?”
Heeem… ingat juga dia… kalau sudah memotong kalimatku tadi.
“Pertanyaan gue  selanjutnya adalah… laki-laki seperti apa yang sudah bisa bikin loe jadi gila kaya gini?”
“Aaaah… itu bukan pertanyaan… itu kan karena loe kepo aja kaaaaan…? Pengen tau aja atau pengen tau banget? ”
“Jiaaaah… alay abis bahasa loe… Ya iyalaaaah gue pengen tau banget… laki-laki kaya apa sih tuh orang yang bisa bikin seorang elo jadi berubah… dari yang bebas gak bisa diatur kaya gitu… jadi kaya kucing manis kaya begini… eeeeh ini kemajuan apa kemunduran sih?” tanyaku lagi.
“Gak penting kemajuan apa kemunduran... Yang pasti, Hir… gue yakin dia dikirimkan oleh sang Pencipta untuk gue… gak tau kena berapa pasal ini gue bisa jatuh cinta sama dia… buat gue, dia yang sudah membawa kebahagian dan kepenuhan dalam hidup gue… gue gak hanya jatuh cinta Hira… gue surrender… menyerah… gue menyerahkan hidup gue…ke dia. Dengan penuh kesadaran gue bilang sama elo... dia itu Afa dan Omega buat gue... yang pertama dan terakhir...”
Jiiiiiaaaah  .... Astagaaaaaa…. aku menggelengkan kepala... Sooook taaaau abeeeezzz .... pake istilah Alfa dan Omega... kaya tau aja artinya apa... sotooooy....
“Sekali lagi gue tanya… siapa dia?” Tanyaku.
“Heeeeem.... Dia adalah pemilik pendar sirat mata yang hanya tertuju buat gue… sekarang dan selama-lamanya…”
“Amiiiiiin…” jawabku segera.
“Dia adalah sosok seorang laki-laki yang selalu ada dalam impian gue… dia adalah laki-laki pertama dan terakhir yang membuat gue sadar bahwa hidup itu penuh makna dan penuh cinta.... dan dia laki-laki pertama yang membuatku berani menyatakan I DO...  dengan penuh kesadaran tanpa tekanan... ”
“Amiiiin… matiiiii kitaaaaaaa.....” jawabku lagi.
“Dia adalah orang yang akan berjalan bersamaku… seumur hidupku…”
Aku sudah tidak punya rangkaian kata-kata lagi. Bagiku cukup sudah… Semesta telah bergejolak bergetar… memenuhi semua keinginannya… Ya Allah yang Maha Kasih… tiba-tiba aku berdoa… semua seturut KehendakMU…

Tak lama setelah pembicaraan ditelpon usai, terdengar suara tanda masuknya sebuah pesan singkat di selularku…

“Sebuah pemenuhan janji pada semesta…Untuk berada disisimu selamanya…

Menjadi satu denganmu, dengan segala kesadaran hati…
Menjadi satu denganmu, dengan segala niatan suci…
Menjadi satu denganmu, dengan segala janji untuk selalu berbagi energy…
Menjadi satu denganmu, dalam langkah kini hingga nanti jiwa kembali…”

Aaaah…. Airmataku mulai mengalir… Bahagia…



Kenangan 30 Agustus 2013

Mampang, 03 September 2013

10 August 2013

Sepiring ARSIK tanda cinta… Salelengna….



Biasanya ungkapan cinta selalu dalam bentuk yang indah… daaaan romantic… gimana lah mau kurus kan…? Kalau tanda cinta dipersembahkan dalam bentuk sepiring ARSIK… heeem…. Tapi pasti akan luluh juga… bukan karena arsiknya… tapi karena niat dan kesungguhan yang dipersembahkan melalui proses olahan dengan mandi keringat dan kepulan aroma asap dapur yang aduhai merangsang selera… mosok siiiih sudah begitu tetap berkeras hati…. Ooooh mak… lelakiku ini… pandainyaaa ambil hati… brengseeeeek……!!!!
“Heeem…. Enak sekali aromanya Leon…” Ibu Wian ternyata sudah berada tepat dibelakang Leon.
“Ini belum matang ibu… belum empuk dagingnya…” Jawab Leon masih sambil mengaduk masakannya.
“Tapi aromanya sudah merebak kemana-mana… Ayo Hira… kamu harus mulai belajar masak arsik ini…” Ibu Wian meneriaki Hira yang justru asik dengan kepulan rokok mentolnya di meja makan.
“Heeem… iya bu… biar sekarang abang dulu yang masak ya… “ jawab Hira sekenanya pada Ibu Wian ibundanya. Hatinya masih kesal dengan Leon. Sok mau ambil hati ibunya. Ibu mana tahu alasannya… mengapa laki-laki itu harus menyingsingkan lengan baju untuk memasak… dia kan lagi mau ambil hati aku… biar ajaaaaaaa…. Aku gak mau bantu…. Heeeeem…..
“Waaaah… keterlaluan kamu aaah…. “ Ibu Wian menepuk pundak Hira.
“Gak apa-apa ibu… Ibu, mbak Cathy dan Hira duduk saja manis-manis… tinggal menikmati… tidak usah repot-repot bu… kasian Hira nanti berkeringat dan bau asap….”Kata Leon masih sambil memegang sodet masakanannya.
“Heeem…. Mulai…rayuan gombal amoooh…. Males bener dengernya…” kata Hira dalam hati.
“Hooooi Leon… sudah belum… lama sekali kamu masak… ini kalau buka warung, sudah kabur semua tamunya… “ Teriak Cathy dari ruang tamu.
“Belum mbak… belum empuk ini dagingnya….” Jawab Leon
“Aaaaah… sudah sampai tertidur aku nunggunya… besok warungmu mau kukasih nama WARUNG SABAR MENANTI… aaaah… abis lambret banget masaknya….” Kata Cathy sambil tetap terus melanjutkan tidunya disofa ruang tamu.
“Naaaah… sudah selesai… dekku…maem kita yuk sayang…” Leon kemudian memeluk Hira, saat selesai ia mencuci tangannya.
“Abang aja maem duluan… adek masih kenyang….”
“Jangan merajuk terus lah dek… mari sini… maem sama abang…” Leon mengambil sepiring nasi, disendoknya daging arsik dan diletakkannya dipiring.
“Dicoba dulu ini dek masakan abang…” Katanya sambil menyuapkan nasi dan daging kearah mulut Hira.
“Heeeem…” Hira mengatupkan bibirnya sambil menggelengkan kepala.
“Ayolah dek… jangan merajuk begitu… cobalah dulu… satu ini saja dulu…” Katanya dengan wajah antusias menyuapi Hira.
Hira memandangi wajah lelakinya… aaaah… menyebalkan sebenarnya laki-laki ini… tapi aku mencintainya… sekarang dia dengan peluh yang masih mengalir dikening, sudah pula siap untuk menyuapinya hasil masakannya… Arsik… Luluh juga Hira… ia membuka mulutnya perlahan…
“Aaaah gitu dong sayangku…. Abang sayang adekku… maafin abang ya sayang… abang bikin adek kesel… abang bikin adek marah… abang bikin adek emosi… sepiring Arsik ini adalah permintaan maaf abang pada adek ya… abang mencintai adek selamanya… adek milik abang… salelengna…” sambil kemudian Leon mengecup kening Hira….
“Aaaaah abang Leon… manalah ada hati yang tak luluh mendengar lembutnya suaramu… Pendar sirat sinar matamu… itu yang membuatku jatuh cinta selalu padamu… Akupun mencintaimu… abangpun milik adek… salelengna…” Kata Hira dalam hati… Tetep dalam hati… gengsiiii doooong kalau sampai Leon dengar… besarlah kepalanya nanti….

Sepiring Arsik… tanda cinta… salelengna….

Mampang, 10 Agustus 2013
09:52

01 August 2013

Vespaku sayang... Vespaku malang....

Hira segera menghambur keluar kamar, ketika didengarnya suara lelakinya diruang makan. Wajahnya penuh senyum dan dengan mata berbinar, ia segera memeluk Leon kuat-kuat…
“Aaaah abang… segunung rinduku padamu…” desahnya dalam pelukan lelakinya.
“Aaah iya dek, abang juga rindu sekali pada adekku ini… aaaaiiih makin cantik saja adekku nih….”
“Heeeem pastinya bang… berani abang bilang adek gak cantik…”
“Enggak dek…. Gak berani… daripada abang nanti diparkir diluar pagar….”
“Hahahaha…..” Derai tawa keduanya terdengar renyah, yang kemudian makin tak terdengar saat keduanya tenggelam dalam sebuah ciuman kerinduan.
“Bagaimana pekerjaanmu,bang? Capek banget ya…” Hira menyapu kedua pipi Leon dengan kedua tangannya.
“Iya dek… memang capek sekali abang… jenuh dek… abang harus mengoreksi hasil kerja karyawan dari seluruh Indonesia. Jenuh juga dek… “
“Heeeem… keliatatan tu dari mata abang… teler ya...”
“Iya dek… dan yang paling terasa adalah…. Apa coba?”
“Apaan, bang?”
“Adek yang jauh dari abang….”
“Hasyaaaah….. Heeeem…gombal amoh…. rayuan maut…” Hira mengedipkan sebelah matanya.
“Betul dek… abang rindu sekali pada adekku ini… semakin terasa capeknya, lho dek…”
“Heeeem…. Tetep… perlambean…”
“Enggak dek… abang gak perlambean sayangku… betul itu…” Leon mempererat pelukannya.
“Eeeeehm… abang… adek gak bisa napaaaas kalau diengkek beginiiiii….” Teriak Hira sambil pura-pura meronta, padahal sebenarnya senang… aaaah perempuan, kadang-kadang suka bergaya… sok manja… sok ngambek… padahal hatinya berbunga-bunga.
“Biarin… biar … abang lagi pengen peluk adek erat-erat….”
Ya sudah… kita mau malming kemana ini, bang…? Oh ya… abang naik apa?”
“Naaaaah…. Ini dek… abang mau ajak adek jalan-jalan. Kita makan dulu di Baruna, abang juga sudah kepingin sekali makan ikan kuwe bakar di Baruna,sambal tomat, lalap timun dan kerupuk…. Wiiiih… sedap… lalu kita jalan-jalan ke Kemang ya…”
"Kali ini adek boleh pesan jus alpukat ya bang... pleaseeeee...."
"Boleh sayaaaang.... boleh...."


“Asiiiiiiik….. “ Teriak Hira, sambil berjingkat, memeluk Leon dan kemudian mendaratkan ciuman dibibir lelakinya itu. Kembali keduanya berciuman lagi, membuat orang yang melihatnya kesal… Huh… ciuman melulu… Ya sudah siiih… namanya juga sudah lama tidak jumpa... sebenarnya tidak lama juga perpisahan mereka itu, hanya eeeem…. Kira-kira lima hari saja kok. Tapi bagi Hira dan Leon, lima hari bagaikan lima tahun…. Uhuuuuy… ngelebihin ABG aja mereka ini. Membuat orang yang lihat menjadi kesal.
“Sebentar adek ambil tas dan jaket ya bang…”
Leon mengangguk, sambil kemudian meneguk air putih hangat yang sudah tersedia dimeja makan.
“Abang… ayo kita berangkat… adek sudah siap… eeem… adek udah can belum bang?” Tanya Hira sambil senyum-senyum meminta perhatian lelakinya.
“Can doooong…. Sudah… sudah… sudah cukup… nanti adek dilirik-lirik orang… pusing abang jadinya…”
“Lho… ya bagus kan bang… berarti gak malu-maluin kan adeknya?”
“Tanpa berhiaspun, adek itu sudah sangaaaaat cantik….”
“Heeeem… daripada….” Belum lagi Hira menyelesaikan kata-katanya, Leon sudah menyambungnya…
“Daripada abang diparkir diluar pagar, dek… kalau gak bilang adek cantik…”
Kembali lagi keduanya tertawa lebar, sambil berpelukan melangkah kehalaman.
“Naik apa kita bang?” Saat Hira mulai kebingungan, tidak dilihatnya motor lelakinya ditempat biasa Leon memarkir motornya.
“Naik ini dek….” Leon menunjukkan kendaraannya.
Hira mengeryitkan dahinya…
“Gimana… mau kan?”
“Motor abang kemana?”
“Sudah abang ganti ini dek….”
“Jadi….?”
“Ya kita naik ini dek… so sweet kan… ?“
Hira menghela napas… hayooooo…. Kira-kira mau komen apa ya Hira ini….? Sementara Leon mulai berkeringat, sibuk menstater motornya… yaaaang ternyata………...….


M O G O K… !!!! Aaaah… Vespaku sayang… Vespaku malang….


Mampang, 01 Agustus 2013

12:36